1.
Pengertian Kemandirian Peserta Didik
Istilah
“kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan
akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena
kemandirian berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai
kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu
sendiri.
Menurut
Chaplin (2002), otonomi atau kemandirian adalah kebebasan individu manusia
untuk memilih menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai, dan
menentukan dirinya sendiri. Sedangkan menurut Erikson (dalam Monks,dkk,1989),
menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan
maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego yaitu
merupakan perkembangan kea rah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri.
Kemandirian biasanya ditandai dengan kemapuan menentukan nasib sendiri, kreatif
dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri,
dan lain lain. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana peserta didik
secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang
lain. Dengan otonomi tersebut, peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian
mengadung pengertian :
a. Suatu kondisi
dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri
b. Mampu mengambil
keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
c. Memiliki
kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya
d. Bertanggung
jawab atas apa yang dilakukannya
2.
Tingkatan dan
Karakteristik Kemandirian Peserta Didik
Sebagai suatu dimensi psikologi yang
kompleks, kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan.
Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan
tingkat perkembangan kemandirian tersebut. Menurut Lovinger (dalam Sunaryo
Kartadinata,1988), mengemukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya,
yaitu:
a. Tingkat
pertama, adalah tingkatan implusif dan melindungi diri. Tingkatan ini mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
- Peduli terhadap control dan
keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
- Mengikuti aturan
secara spontanistik dan hedonistic.
-
Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu ( stereotype).
-
Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
-
Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkunganya.
b.
Tingkat kedua, adalah konformistik. Ciri-cirinya adalah :
-
Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan social.
-
Cenderung berfikir stereotype dan klise.
-
Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
-
Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
-
Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi.
-
Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
-
Takut tiadak diterima kelompok.
-
Tidak sensitif terhadap keindividualan.
-
Merasa berdosa jika melanggar aturan.
c. Tingkatan
ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-cirinya adalah:
-
Mampu berfikir alternatif.
- Melihat
harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
-
Memikirkan cara hidup.
-
Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
-
Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
d. Tingkat
keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-ciri nya adalah :
- Bertindak
atas dasar nilai-nilai internal.
- Sadar
akan tanggung jawab.
- Mampu
melakukan kritik dan penilaian diri.
- Memiliki
tujuan jangka panjang.
- Berfikir lebih
kompleks dan atas dasar pola analisis.
3.
Pentingnya Kemandirian bagi Peserta Didik
Pentingnya kemandirian dari peserta
didik ini dipengaruhi juga dengan semakin kompleksnya kehidupan yang tentunya
juga berpengaruh pada perkembangan peserta didik. Pengaruh buruk sudah banyak
sekali masuk dan membawa dampak buruk bagi peserta didik, seperti tawuran, seks
bebas, narkoba, alkohol, dan lain-lain. Selain perilaku menyimpang tadi, dewasa
ini kerusakan moral pun terjadi seperti budaya mencontek, kurang peka terhadap
lingkungan, ketergantungan dan sebagainya. Ini semua tentunya patut menjadi
perhatian dunia. Dan solusi yang tepat adalah menanamkan sikap kemandirian pada
diri peserta didik. Dengan kemandirian, peserta didik belajar dan berlatih
dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai
denga keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dilakukannya. Jika kemandirian sudah tertanam di setiap diri para peserta didik
tentunya akan berimplikasi pada pendidikan. Mereka sebagai subjek pendidikan
dan mempunyai sikap kemandirian tentunya akan membawa dampak baik bagi masa
depan pendidikan. Maka dari itu, kemandirian peserta didik sangat penting untuk
ditanamkan.
4.
Perkembangan Kemandirian Peserta Didik dan
Implikasinya bagi Pendidikan
Kemandirian peserta didik adalah
bakat kecakapan yang dimiliki peserta didik, ini sangat berkaitan dengan
pendidikan. Oleh sebab itu pendidikan di sekolah perlu melakukan upaya-upaya
pengembangan kemandirian peserta didik, diantaranya :
a. Mengembangkan
proses belajar mengajar yang demokratis
b. Mendorong anak
untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai
kegiatan sekolah.
c. Memberi
kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan , mendorong rasa ingin
tahu mereka.
d. Peneriman
positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak
yang satu dengan yang lain.
e. Menjalin
hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.
Dengan semua itu, maka akan terbentuk pribadi peserta didik
yang mandiri. Yang juga implikasi untuk keadaan dunia pendidikan yang akan
semakin berkembang.
5.
Bentuk-Bentuk
Kemandirian
Robert H
avighurst (1972) membedakan kemandirian atas empat bentuk kemandirian yaitu:
a. Aspek Emosi,
aspek ini ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk dirinya mengatur emosinya
sendiri.
b. Aspek Ekonomi,
aspek ini ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk mengatur dan mengelola
kebutuhan dirinya sendiri secara ekonomis.
c. Aspek
Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi.
d. Aspek Sosial,
aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang
lain dan tidak tergantung kepada orang lain.
Semantara itu , Steiberg
(1993) membedakan karakteristik kemadirian atas tiga bentuk, yaitu :
a. Kemandirian
emosional
b. Kemandirian
tingkah laku ( behavioral autonomy ) .
c. Kemandirian
nilai (value autonomy )
Lengkapnya Steinberg menulis :
The first emotional autonomy-that
aspec of independence related to changes in the individual’s close
relationship,especially with parent. The second behavioral autonomy-the
capacity to make independent decisionis and follow trough with them. The third
characterization involves and aspec of independence referred to us value
autonomy-wich is more than simply being able to resist preassures to go along
with the demands of other, its means having a set a principles about right and
wrong, about what is important and what is not.
Kutipan di atas menunjukan
karakteristik dari ketiga aspek kemandirian, yaitu :
a. Kemandirian
emosional yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan
emosional antar individu,
b. Kemandirian
tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa
tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.
c. Kemandirian
nilai, yakni kemandirian memaknai suatu hal tentang benar dan salah, tentang
yang penting dan apa yang tidak penting.
6.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kemandirian
a. Proses belajar
mengajar yang demokratis,yang memungkinkan anak merasa dihargai.
b. Dorongan untuk
anak agar dia dapat mengambil keputusan sendiri dan mengikuti kegiatan-kegiatan
yang ada di sekolah.
c. Kebebasan anak
untuk dapat mengeksplorasi lingkungan mereka agar dapat mendorong rasa ingin
tahu mereka.
d. Tidak adanya
diskriminasi antara anak dalam perlakuannya.
e. Hubungan harmonis
antara anak dan orangtua.
f. Adanya motivasi
yang kuat dari diri anak itu sendiri.
7.
Upaya Pengembangan Kemandirian
Sesuai dengan fase perkembangannya,
upaya pengembangan remaja dapat dilakukan melalui:
a. Menciptakan
proses belajar mengajar yang demokratis sehingga anak merasa dihargai.
b. Menciptakan
komunikasi yang saling terbuka antar anggota keluarga.
c. Membebaskan
anak untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar agar meningkatkan rasa
keingintahuannya.
d. Menimbulkan
komunikasi yang hangat antar anak maupun orangtua.
e. Adanya
kepercayaan kepada anak untuk melakukan apapun yang ia mau,tapi dalam
pengawasan orang dewasa.
f. Menerima segala
sesuatu yang ada pada diri anak dari kelebihan dan kekurangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar