MAKALAH STRATEGI
BELAJAR MENGAJAR FISIKA
“MODEL
PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENTS (TGT) ”

DOSEN PENGAMPU :
DWI AGUS KURNIAWAN, S.Pd.,M.Pd
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7 :
1.
RIZKI INTAN SARI (A1C317013)
2.
VEGA RAMADHANI (A1C317019)
3.
DESI ROSANTI (A1C317063)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT.yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Strategi Belajar Mengajar Fisika.
Karena dengan perkenanNyalah batas waktu yang disediakan tidak terlampaui, hingga sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam pelaksanaannya penulis tidak terlepas dari berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan dan kemudahan baik berupa saran maupun bentuk
bantuan yang lain. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkanterimakasih kepada:
a.
Dosen
Pengampu Bapak Dwi Agus Kurniawan S.Pd., M.Pd.
b.
Teman-teman,
c.
Para pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini,dll.
Semoga Allah SWT. berkenan membalas segala kebaikannya. Penulis harap
Makalah ini dapat berguna kelak di kemudian hari. Di dalam makalah ini banyak
sekali pembahasan tentang “Model
Pembelajaran Teams-Games-Tournaments(TGT)”, namun penulis sadar bahwa
makalah ini sangat banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dan untuk perbaikan
makalah inisangat penulis harapkan. Jika ada sesuatu yang kurang berkenan
penulis mohon maaf.
Demikian sepatah dua patah dari penulis.Atas perhatiannya penulis ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jambi, 29 Oktober 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................... iii
Daftar Table............................................................................................................. iv
BAB I Pendahuluan
1.1
Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2
Tujuan.................................................................................................................. 2
BAB II Pembahasan
2.1.Kajian Teori....................................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif................................................ 3
2.1.2
Pengertian Model Pembelajaran TGT......................................................... 7
2.1.3
Ciri-ciri Model Pembelajaran TGT............................................................... 10
2.1.4Syarat-syarat
Model Pembelajaran TGT....................................................... 12
2.1.5Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran TGT................................ 13
2.2.Kajian Kritis.......................................................................................................
BAB III Penutup
3.1
Kesimpulan..........................................................................................................
3.2
Saran....................................................................................................................
Daftar pustaka.........................................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kriteria Penghargaan Kelompok................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran merupakan
proses interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa agar siswa mendapatkan
pengalaman belajar dari kegiatan tersebut. Dalam proses pembelajaran, pemilihan
suatu metode sangat menentukan kualitas pembelajaran. Seiring dengan proses
peningkatan kualitas pembelajaran. Variasi metode dapat ditunjukkan jika guru
menerapkan berbagai model pembelajaran untuk menyampaikan materi, karena di
dalam model pembelajaran terdapat beberapa metode yang dapat diterapkan
sehingga melibatkan siswa aktif.Salah satu pendekatan pembelajaran yang
melibatkan siswa aktif adalah pembelajaran kooperatif.Dalam pembelajaran
kooperatif ada beberapa model yang dapat diterapkan, salah satunya adalah model
pembelajaran TGT (Teams Games Tournament).
Pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa.Mahasiswa
belajar dalam kelompok-kelompok kecil.Di dalam pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) tidak hanya mempelajari materi saja, namun mahasiswa juga
mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan
kooperatif.Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan
kerja dan tugas.Peranan hubungan kerja dapat dibangun melalui komunikasi antar
anggota kelompok.Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan pembagian tugas antar
anggota kelompok selama kegiatan.Kelebihan dalam pembelajaran kooperatif yaitu
mahasiswa bisa saling membantu dan berdiskusi bersama-sama dalam menyelesaikan
kegiatan belajar (Wijayanti, 2016: 15).
Sedangkan model pembelajaran TGT (team-games-tournaments)
inimerupakan salah satu model pembelajarankooperatif.Dalam pembelajaran
kooperatiftersebut, siswa diharapkan mampumengkontruksi dan menyusun
pengetahuansendiri. Tujuan yang ingin dicapai bukanhanya kemampuan akademik
dalampengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama
untukpenguasaan materi tersebut. Adanyakerjasama inilah yang menjadi ciri
khaspembelajaran kooperatif. Pembelajarankooperatif TGT memungkinkan siswa
dapatbelajar lebih rileks di sampingmenumbuhkan tanggung jawab,
kerjasama,persaingan sehat, dan keterlibatan belajar (Sari, 2011: 817-818).
Model pembelajaran memungkinkan guru membantu siswa mendapatkan
informasi, ide, ketrampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model
pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Untuk itu makalah ini
disusun untuk membahas model pembelajaran Teams Games Tournament lebih dalam
lagi.
1.2
Tujuan
a. Dapat
mengetahui pengertian model pembelajaran kooperatif.
b. Dapat
mengetahui pengertian model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).
c. Dapat
mengetahui ciri-ciri model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).
d. Dapat
mengetahui syarat-syarat model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).
e. Dapat
mengetahui kekurangan dan kelebihan model pembelajaran Teams Games Tournament
(TGT).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Kooperatif
According
Robbert,et all(1985:6), Cooperative
learning methods are structured, systematic instructional strategies capable of being used at any grade
level and in most school subjets. all of the methods involve having the teacher
assign the students to four to six member learning groups composed of high,
average, and low achieving students, boy and girl, black,anglo, and hispanic
students, and mainstreamed academically handicapped students as well as their
non handicapped classmates.
Menurut Robbert,dkk(1985:6), Metode pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang terstruktur dan sistematis yang dapat digunakan di semua tingkatan kelas apa pun dan di sebagian besar tugas sekolah. Semua metode melibatkan guru untuk menugaskan siswa ke empat hingga enam anggota kelompok belajar yang terdiri dari siswa berprestasi tinggi, rata-rata, dan rendah, siswa laki-laki dan perempuan, kulit hitam, anglo, dan Hispanik, dan mengarusutamakan siswa yang cacat secara akademis serta mereka teman sekelas yang tidak cacat.
Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa.Mahasiswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil.Di dalam pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) tidak hanya mempelajari materi saja, namun mahasiswa juga
mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan
kooperatif.Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan
kerja dan tugas.Peranan hubungan kerja dapat dibangun melalui komunikasi antar
anggota kelompok.Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan pembagian tugas antar
anggota kelompok selama kegiatan.Kelebihan dalam pembelajaran kooperatif yaitu
mahasiswa bisa saling membantu dan berdiskusi bersama-sama dalam menyelesaikan
kegiatan belajar (Wijayanti, 2016: 15).
Accourding Johnson & Johnson(2009) in Tran (2014:
131), “Cooperative learning consists of
five basic elements: positive interdependence, promotive interaction,
individual accountability, teaching of interpersonal and social skills, and
quality of group processing. Learning situations are not cooperative if
students are arranged into groups without positive interdependence”.
Menurut Johnson & Johnson(2009) dalam Tran (2014: 131
“Pembelajaran kooperatif terdiri dari lima elemen dasar: interdependensi
positif, interaksi promotif, akuntabilitas individu, pengajaran keterampilan
interpersonal dan sosial, dan kualitas pengolahan kelompok. Situasi belajar
tidak kooperatif jika siswa disusun dalam kelompok tanpa interdependensi
positif”.
Menurut Rianawati (2014:139) Dalam upaya pencapaian hasil
yang maksimal, guru perlu memperhatikan 5 (lima) unsur dalam model pembelajaran
kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut :
1. Positive Interdependence (saling ketergantungan
positif)
Unsur tersebut menunjukkan bahwa dalam pembelajaran
kooperatif terdapat dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari dan
berusaha memahami bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, memberikan
jaminan bahwa semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang
ditugaskan tersebut. Dengan kata lain tidak membebankan tugas pada anggota
tertentu.
2. Personal Responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Pertanggung jawaban ini muncul jika penilaian dilakukan
terhadap keberhasilan kelompok. Tanggung jawab perseorangan merupakan kunci untuk
menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya,
setelah mengikuti kelompok belajar bersama, seluruh anggota harus dapat
menyelesaikan tugas yang sama.
3. Face to face promotive interaction (interaksi
promotif)
Unsur ini penting karena dapat menghasilakan saling
ketergantungan positif. Ciri-ciri ingeraksi promotif adalah adanya proses
saling membantu secara efektif dan efisien, saling menyampaikan informasi dan
sarana yang dibutuhkan, memproses informasi secara bersama lebih efektif dan
efisien, saling mengingatkan, saling membantu dalam merumuskan dan
mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap
pemecahan masalah yang dihadapi., saling percaya dan saling mendukung untuk
memperoleh keberhasilan bersama.
4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)
Untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian
tujuan, siswa dituntut untuk saling mengenal dan mempercayai,, mampu
berkomunikasi sacar akurat dan tidak mementingkan diri sendiri, saling menerima
dan salimg mendukung, serta mampu menyelesaikan perbedaan pendapat secara
konstreuktif.
5. Group processing (pemrosesan kelompok)
Pemrosesan yang dimaksud dalam kajian ini mengandung arti
menilai. Melalui pemrosesan kelompok guru dapat mengidentifikasi mulai dari
urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siswa
mana yang dari anggota kelompok sangat membantu dan siswa mana yang tidak
membantu. Tujuan pemrosesan kelompokm ialah untuk meningkatkan efektivitas tiap
anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratof untuk
mencapai tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan
kelas secara keseluruhan.
Menurut Gora (2010: 59-60), Pembelajaran yang bernaung dalam teori kontruktivis adalah kooperatif.
Pembelajaran kooperatif menjadi salah satu pembaruan dalam dupergerakan
reformasi pendidikan. Pembelajara kooperatif meliputi banyak jenis bentuk
pengajaran dan pembelajaran yang merupakan perbaikan tipe pembelajaran
tradisional. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kumpulan kecil supaya
anak didik dapat bekerja sama untuk mempelajari kandungan pelajaran dengan
berbagai kemahiran sosial. Pendekatan pembelajaran kooperatif mempunyai
beberapa ciri antara lain :
1. Keterampilan sosial
Artinya keterampilam untuk menjalin hubungan antarpribadi
dalam kelompok untuk mencapai dan menguasai konsep yang diberikan guru.
2. Interaksi tatap muka
Setiap individu akan berinteraksi secara bersemuka dalam
kelompok. Interaksi yang serentak berlangsung dalam setiap kelompok melalui
pembicaraan setiap individu yang turut serta mengambil bagian.
3. Pelajar harus saling
bergantung positif
Artinya setiap siswa harus melaksanakan tugas
masing-masing yang diberikan untuk menyelasaikan tugas dalam kelompok itu.
Setiap siswa mempunyai peluang yang sama untuk mengambil bagian dalam kelompok.
Siswa yang mempunyai kelebihan harus membantu temannya dalam kelompok itu untuk
tercapainya tugas yang diberikan kepada kelompok tu. Setiap anggota kelompok
harus saling berhubungan, saling memenuhi dan bantu-membantu.
Menurut Darmadi (2017:364) Tujuan akhir yang ingin
dikembangkan dari pembelajaran kooperatif adalah mengoptimalkan kompetensi
individu menjadi kompetensi kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran
bersama, hal ini memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara
aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, sebagai fondasi yang baik untuk
meningkatkan prestasi siswa. Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif
adalah :
a. Memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan konsep sendiri dan cara memecahkan masalah.
b. Memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman
sekelompoknya.
c. Membiasakan siswa untuk bersikap terbuka
namun tegas.
Accourding
Slavin(2010) in Gull (2015: 247-248), There
are dozens of strategies that can be used by the teachers under umbrella of cooperative
learning process, some of them have gained more popularity than others,
including; Student Teach Achievement Division (STAD), Jigsaw II and
Teams-Games-Tournaments (TGT). Essence of all cooperative learning activities
is that in each case the students are divided in heterogeneous groups based on
their learning capability, where they support each other for learning.
Menurut Slavin(2010) dalam Gull (2015: 247-248),
Ada
puluhan strategi yang dapat digunakan oleh para guru di bawah payung proses pembelajaran
kooperatif, beberapa di antaranya telah mendapatkan popularitas lebih dari yang
lain, termasuk; Student Teach Achievement Division (STAD), Jigsaw II dan
Teams-Games-Tournaments (TGT). Inti dari semua kegiatan pembelajaran kooperatif
adalah bahwa dalam setiap kasus siswa dibagi dalam kelompok heterogen
berdasarkan kemampuan belajar mereka, di mana mereka saling mendukung untuk
belajar.
2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Teams Games
Tournament (TGT)
Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan
oleh David DeVries dan Keith Edwards, merupakan model pembelajaran pertama dari
Johns Hopkins. Dalam model ini, siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri
atas empat sampai lima orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis
kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, kemudian
siswa dibagi dalam tim, selanjutnya diadakan turnamen, dimana siswa memainkan
game akademik. TGT menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari
penggunaan permainan (Yulhendri, 2016: 59).
“Menurut Musyafa (2015: 372), Model pembelajaran TGT
adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement.”
Menurut Purnamawati, dkk (2014: 101), TGT adalah
salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru
mengenalkan materi pelajaran dan siswa bekerja dalam kelompok mereka
masing-masing. Untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai
pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik.
TGT (team-games-tournaments) inimerupakan
salah satu model pembelajarankooperatif.Dalam pembelajaran kooperatiftersebut,
siswa diharapkan mampumengkontruksi dan menyusun pengetahuansendiri. Tujuan
yang ingin dicapai bukanhanya kemampuan akademik dalampengertian penguasaan
bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untukpenguasaan materi
tersebut. Adanyakerjasama inilah yang menjadi ciri khaspembelajaran kooperatif.
Pembelajarankooperatif TGT memungkinkan siswa dapatbelajar lebih rileks di
sampingmenumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,persaingan sehat, dan keterlibatan
belajar (Sari, 2011: 817-818).
Accourding Nopita (2017: 18), Cooperative learning TGT model is one type or model of cooperative
learning that is easy to apply, involving the activities of all students seems
to have no status difference, involving the role of students as peer tutors and
contain elements of game and reinforcement. The meaning of reinforcement is any
form of verbal or non-verbal response, which is part of the teacher's
behavioral modification of student conduct that aims to provide information or
feedback from students for their actions as an act of encouragement or
correction. Technical implementation of TGT is similar to STAD. Each student is
placed in a group of three low, medium, and high-skilled individuals. Thus,
each group has a comparable member composition. Where Teams Games-Tournament
model of cooperative learning has five main components: class presentations,
teams, games, tournaments, and team recognition that require students to work
in small groups. Therefore, in an effort to improve students
'mathematical reasoning ability, cooperative learning model of Teams Games
Tournament type is expected to increase students' activity so they can
construct their own knowledge in learning. In the TGT students play the game
with other team members to score for their respective teams. The game can be
arranged by teachers in the form of tournaments in the form of questions
related to the subject matter. TGT learning process will be more easily applied
when assisted by the existence of a learning medium for games (Games).
Menurut Nopita (2017: 18), Pembelajaran kooperatif
Model TGT adalah salah satu jenis atau model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan kegiatan semua siswa tampaknya tidak memiliki perbedaan
status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan penguatan. Yang dimaksud dengan penguatan adalah segala bentuk
respon verbal atau non-verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi perilaku
siswa perilaku siswa yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik
dari siswa untuk tindakan mereka sebagai tindakan dorongan atau
koreksi.Implementasi teknis TGT mirip dengan STAD.Setiap siswa ditempatkan
dalam kelompok tiga individu rendah, menengah, dan terampil tinggi.Dengan demikian,
setiap kelompok memiliki komposisi anggota yang sebanding. Di mana Teams
Games-Tournament model pembelajaran kooperatif memiliki lima komponen utama:
presentasi kelas, tim, permainan, turnamen, dan pengenalan tim yang
mengharuskan siswa untuk bekerja dalam kelompok kecil. Oleh karena itu, dalam
upaya meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa, model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament diharapkan dapat meningkatkan aktivitas
siswa sehingga dapat membangun pengetahuannya sendiri dalam pembelajaran. Di
siswa TGT, mainkan permainan dengan anggota tim lain untuk mendapatkan skor
untuk tim mereka masing-masing. Permainan dapat diatur oleh guru dalam bentuk
turnamen dalam bentuk pertanyaan yang terkait dengan materi pelajaran. Proses belajar
TGT akan lebih mudah diterapkan bila dibantu oleh keberadaan media pembelajaran
untuk permainan (Games).
Pada model TGT siswa akan berkompetisi dalam
permainan sebagai wakil dari kelompoknya. Setiap kelompok bersaing mengumpulkan
nilai untuk menjadi juara dalam permainan tersebut.Selain bertanggung jawab
pada kelompok, setiap siswa juga bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
karena setiap siswa dituntut untuk mampu menyelesaikan soal dalam game tersebut.Dengan
model TGT ini diharapkan setiap siswa dapat termotivasi untuk terus belajar dan
meningkatkan pengetahuannya (Rosyana, dkk, 2014: 75-76).
2.1.3.Ciri-ciri Model Pembelajaran Teams Games
Tournaments (TGT)
Menurut Slavin dalam Gora (2010:
61-63),Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT terdiri atas 5 langkah
tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class
presentation), belajar dalam kelompok (teams),
permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (team recognation). Berdasarkan apa yang
diungkapkan oleh Slavin, model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki
ciri-ciri berikut :
a. Siswa Bekerja dalm Kelompok-Kelompok Kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang
beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku
atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan
dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan
lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalm menguasai materi pelajaran.
Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar
secara kooperatif sangat menyenangkan.
b. Games Tournamet
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan
wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing
ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6
orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok
yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen.
Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu
permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal
dan kunci ditaruh terbalik diatas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan
sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca
soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang
undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada
pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang
akan diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh
pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal
Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, pemain akan membacakan hasil
pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu
pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain
yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan
saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal
habis dibacakan dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap
peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain
dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat
bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain,
penantang dan pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk
membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau
memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab,
setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan
menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.
Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin
yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh
anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan
kriteria pengharagaan yang diterima oleh kelompoknya.
c. Penghargaan Kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan pengharagaan kelompok
adalah menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok
dilakukan dengan caramenjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing-masing
anggota kelompok dibagi dengan banyaknya anggota kelompok.
2.1.4
Syarat-syaratModel Pembelajaran Teams Games
Tournaments (TGT)
1.
Syntax
Pembelajaran
Menurut Andayani (2015:
135), Syntax pembelajaran merupakan
langkah-langkah operasional pembelajaran yang sifatnya baku. Langkah-langkah
ini dipilih sesuai dengan model yang dikembangkan.Syntax diperlukan dalam pengembangan sebuah model pembelajaran
supaya langkah-langkah yang dirancang tersebut dapat dijadikan pedoman bagi
guru yang akan menerapkannya.
Menurut Slavin (2005:) dalam Fauziah dan Subhanato
(2016: 50-51), Dalam model pembelajaran TGT, terdiri dari 5 komponen yaitu
presentasi kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams),
permainan (games), pertandingan (turnamen), dan penghargaan kelompok (team
recognition).
a. Presentasi
kelas
Pada
awal pembelajaran guru menyampaikan materi secara garis besarnya saja, biasanya
dilakukan dengan cara pengajaran secara langsung atau dengan ceramah, diskusi
yang dipimpin oleh guru. Dalam presentasi kelas, siswa harus benarbenar
memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan oleh guru, karena akan
membantu siswa dalam kerja kelompok dan pada saat permainan karena skor
permainan akan menentukan skor kelompok.
b. Belajar
kelompok
Kelompok
biasanya terdiri dari lima atau enam orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis
kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Fungsi utama dari kelompok adalah
untuk lebih mendalami materi bersama teman satu kelompoknya, dan lebih
khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggota kelompok agar dapat bekerja
dengan baik dan optimal pada saat permainan dan yang paling penting pada tahap
ini, siswa saling berdiskusi, bertukar pikiran dalam hal pemahaman atau beda
pendapat.
c. Permainan
(Games)
Permainan
terdiri atas pertanyaanpertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan
siswa yang diperoleh saat presentasi kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan
games terdiri dari pertanyaanpertanyaan sederhana yang diberi nomor.
Pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan dalam permainan ini akan dikemas
dalam bentuk kartu bernomor. Permainan ini akan dimainkan pada meja-meja yang
terdiri dari 5 sampai 6 anak dengan kemampuan akademik yang sama, tiap siswa
mewakili tim yang berbeda. Peraturan dalam permainan ini adalah masing-masing
siswa sudah berada dalam meja turnamen.Masing-masing siswa mengambil nomor
undian yang telah disediakan.Nomor undian ini berfungsi untuk menentukan
pembaca pertama dan penantang. Siswa yang mendapat nomor undian tertinggi
akanmendapat kesempatan sebagai pembaca pertama. Permainan berlangsung searah
jarum jam dan dimulai dari pembaca pertama. Pada saat permainan berlangsung,
pembaca pertama mengacak kartu dan mengambil kartu yang paling atas.Setelah itu
membacakan soal dengan keras sesuai nomor yang diambil, termasuk pilihan jawabannya
jika bentuk soal pilihan ganda. Kemudian pembaca menjawab pertanyaan berdasar
kartu yang ia ambil, dan apabila pembaca ragu akan jawabannya boleh menebak
jawaban karena apabila jawabannya salah tidak dikenai hukuman.
d. Turnamen
Turnamen biasanya berlangsung setelah guru
memberikan dan menyelesaikan presentasi kelas serta tim telah menyelesaikan
tugas-tugas dalam LKS. Pada turnamen pertama, guru membagi siswa dalam meja
turnamen. Pemenang pada tiap meja turnamen akan “naik tingkat” atau berpindah ke meja selanjutnya yang lebih
tinggi (misalnya, dari meja turnamen 2 ke meja turnamen 1). Siswa yang mendapat
skor tertinggi kedua tetap berada pada meja yang sama sedangkan siswa yang
mendapat skor paling rendah akan “diturunkan” atau berpindah ke meja yang
ditempati oleh siswa yang kemampuan akademiknya rendah.
e. Penghargaan
kelompok
Sebelum
memberikan penghargaan kelompok, terlebih dahulu guru harus menghitung rerata
skor kelompok. Kelompok akan mendapatkan penghargaan apabila skor rata-rata
mencapai rata-rata tertentu. Keberhasilan suatu kelompok ditentukan oleh
kinerja masing-masing anggota kelompok.
Menurut
Slavin dalam Gora (2010: 64), Pemberian
penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh kelompok dari
permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana penghargaan ini
akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rerata poin sebagai berikut.
Tabel
1 Kriteria Penghargaan Kelompok
|
Kriteria (Rerata Kleompok)
|
Predikat
|
|
30 sampai 39
|
Tim Kurang Baik
|
|
40 sampai 44
|
Tim Baik
|
|
45 sampai 49
|
Tim Baik Sekali
|
|
50 keatas
|
Tim Istimewa
|
According Miller (2008:66), Games are a way of helping make the link. Educationally, game are used
as a vehicle to engage students in the learning process. they are used to drill
facts, connect ideas, or help students synthesize discrete knowledge. one
method of teaching, used by many educators, is the Team Games Tournament(TGT)
model. students are divided into base teams and then are assigned to small
groups, where students of the about save
level or skill ability compete against each other.
Menurut
Miller (2008:66), Permainan adalah cara membantu membuat
tautan. Secara edukasional, game digunakan sebagai wahana untuk melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran. mereka digunakan untuk mengebor fakta,
menghubungkan ide, atau membantu siswa menyintesis pengetahuan diskrit. Salah
satu metode pengajaran, yang digunakan oleh banyak pendidik, adalah model Team
Games Tournament (TGT). Siswa dibagi menjadi tim
basis dan kemudian ditugaskan ke kelompok-kelompok kecil, di mana siswa dari
tingkat tentang menghemat atau kemampuan keterampilan bersaing satu sama lain.
Accourding
DeVries & Slavin(1976)in Ke and
Grabowski (2007: 253-254), For the TGT
cooperative gameplaying, a close simulation of the TGT structure was used.
Specifically, students were stratified by their maths-ability level and gender,
and then randomly assigned to a four-member team. At the beginning of each game
session, students collaborated for 10 minutes in pairs, practicing with the
game, discussing questions and solutions and correcting each other’s
misconceptions. For the remainder of the 30 minutes, class teams then competed
against one another; each team member held a laptop and was assigned to a
tournament table to play against representatives of the other teams. At any
tournament table, the students were roughly comparable in achievement level. At
the end of every two gaming sessions, the players at each table compared their
gaming scores to determine their rank order which was then converted into
points. The points that the players earned were added to compute a team score.
The individual and team scores were ranked and listed in a newsletter, and
distributed to the class at the beginning of every treatment week. In the
newsletter, individuals were identified by pseudoidentities (IDs) known only to
themselves and their teammates, which was intended to ensure the individual
accountability in cooperative learning (by having each team be aware of its
members’ contribution), whilst avoiding interpersonal competition (by hiding
individual performances from the public).
Menurut DeVries & Slavin(1976) dalam Ke dan
Grabowski (2007: 253-254),Untuk permainan kooperatif TGT, simulasi dekat
struktur TGT digunakan. Khususnya, siswa diberi stratifikasi berdasarkan tingkat
kemampuan matematika dan jenis kelamin mereka, dan kemudian secara acak
ditugaskan ke tim beranggotakan empat orang. Di awal setiap sesi permainan,
siswa berkolaborasi selama 10 menit berpasangan, berlatih dengan permainan,
mendiskusikan berbagai pertanyaan dan solusi, serta memperbaiki kesalahpahaman
masing-masing. Selama sisa 30 menit, tim kelas kemudian bertanding melawan satu
sama lain; setiap anggota tim memegang laptop dan ditugaskan ke meja turnamen
untuk bermain melawan perwakilan dari tim lain. Di setiap meja turnamen, para
siswa secara kasar sebanding dalam tingkat pencapaian.Di akhir setiap dua sesi
permainan, para pemain di setiap meja membandingkan skor permainan mereka untuk
menentukan urutan peringkat mereka yang kemudian diubah menjadi poin. Poin yang
diperoleh pemain ditambahkan untuk menghitung skor tim. Skor individu dan tim
diberi peringkat dan tercantum dalam buletin, dan didistribusikan ke kelas pada
awal setiap minggu perawatan. Dalam buletin, individu diidentifikasi oleh
pseudoidentities (ID) yang hanya diketahui oleh mereka sendiri dan rekan tim
mereka, yang dimaksudkan untuk memastikan akuntabilitas individu dalam
pembelajaran kooperatif (dengan meminta setiap tim menyadari kontribusi
anggotanya), sambil menghindari persaingan interpersonal (dengan menyembunyikan
pertunjukan individu dari publik).
According
Ehlers (2002:68), In a team
tournament(TGT), the team as whole competes against other teams. however, each
member also competes with all other team members because each persons's scores
are added to those of all other team members to make up the team score. select
four or five minute members of different academic abilities for each team. one
member in each team will be the reader, another one will be the scorekeeper,
and the other two or three will be the challengers. the reader reads the
question, and the first team member who knows the answer puts up his or her
hand and is recognised by the scorekeeper as the first, second or third one to
attempt to answer the question. if the
first learner answers correctly, he or
she gets one point. if the answer is incorrect, the second learner gets a chance to answer and score a point, and so
on. each learner gets only one chance at each answer. the scorekeeper must
ensure that the scores are visible to the players at all times and that all
changes are made immediately. it is best to keep one sheet of paper with the
players names on it, and just to add a tick next to each player's name for each
correct answer.
Menurut Ehlers (2002:68), Dalam turnamen tim (TGT), tim secara keseluruhan bersaing dengan tim lain. namun, setiap anggota juga bersaing dengan semua anggota tim lainnya karena skor masing-masing orang ditambahkan ke semua anggota tim lain untuk membuat skor tim. pilih empat atau lima menit anggota kemampuan akademis yang berbeda untuk masing-masing tim. satu anggota di setiap tim akan menjadi pembaca, yang lain akan menjadi pencatat skor, dan dua atau tiga lainnya akan menjadi penantang. pembaca membaca pertanyaan, dan anggota tim pertama yang tahu jawabannya mengangkat tangannya dan diakui oleh pencatat skor sebagai yang pertama, kedua atau ketiga untuk mencoba menjawab pertanyaan. jikapelajar pertama menjawab dengan benar, dia mendapat satu poin. jika jawabannya salah, pelajar kedua mendapat kesempatan untuk menjawab dan mencetak poin, dan seterusnya. setiap pelajar hanya mendapat satu kesempatan di setiap jawaban. pencatat skor harus memastikan bahwa skor dapat dilihat oleh pemain setiap saat dan semua perubahan segera dilakukan. yang terbaik adalah menyimpan satu lembar kertas dengan nama pemain di atasnya, dan hanya untuk menambahkan tanda centang di sebelah nama setiap pemain untuk setiap jawaban yang benar.
2.
Prinsip Reaksi
Menurut Warsiman (2016: 59), Prinsip
reaksi bermakna sikap dan perilaku guru dalam mengendalikan jalannya proses
pembelajaran berlangsung. Prinsip reaksi merupakan hal terpenting yang harus
diemban oleh seorang guru. Guru harus melakukan suatu tindakan agar kegiatan di
kelas dapat berjalan sesuai rencana. Lebih dari itu, guru harus menggunakan
kemampuannya untuk memahamkan siswa dan memfasilitasi proses pembelajaran serta
mengadakan evaluasi selama proses pembelajaran berlangsung.
Menurut Sumantri (2014: 21-23), Pembelajaran
kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT). Dengan menggunakan model
pembelajaran ini siswa akan berperan aktif sedangkan guru berperan sebagai
fasilitator dan pembimbing yang menunjang kegiatan siswa.Oleh karena itu pengembangan pembelajaran ini memerlukan
kreatifitas guru untuk menciptakan pembelajaran yang lebih aktif, kreatif,
inovatif, menyenangkan, dan berkualitas. Sehingga siswa dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang maksimal. Tugas guru hanya memfalitasi, memotivasi,mendidik,
membimbing, dan melatih
3.
Sistem
Sosial
Menurut Warsiman (2016:59), Sistem sosial adalah pola
hubungan guru dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Sistem
sosial ini menandakan adanya hubungan terjalin antara siswa dengan guru pada
saat proses pembelajaran.
Menurut Desstya (2012: 172), Model
pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi
secara terbuka dan memberikan suasana yang menyenangkan sehingga akan tercipta
adanya saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, penilaian
individual, dan dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan
terhadap teman sekelas yang lemah akademiknya, serta meningkatkan rasa harga
diri. Suasana pembelajaran yang menyenangkan, akan mengkondisikan siswa untuk lebih
senang dalam belajar. Dalam pembelajaran ini, siswa membangun ketergantungan
atau kepercayaan dalam tim asal yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merasa percaya diri ketika bersaing dalam tournament.
Menurut
Pratiwi (2015: 184-185), Dalam TGT terjadi kerja kelompok dan diskusi yang
menuntut siswa untuk saling berinteraksi dengan temannya.Dalam hal ini
interaksi sosial memegang peranan penting karena siswa dan pencapaian hasil
belajar siswa lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif atau
pembelajaran individualistik. Proses pembelajaran didominasi oleh kegiatan
siswa, sehingga guru hanya membimbing dan memfasilitasi. Masing-masing siswa
bertanggung jawab terhadap kemajuan kelompoknya dengan cara saling bekerja sama
dalam diskusi, kekompakan dalam permainan maupun menulis hasil pemecahan
masalah.
4.
Sistem Pendukung
Menurut
Andayani (2015: 137), Support System atau
sistem pendukung adalah komponen-komponen yang menjadi pendukung dalam
penerapan sebuah model pembelajaran. Sistem pendukung ini merupakan sebuah
sistem yang menyediakan kemampuan untuk penyelesaian masalah dan menjamin
terjadinya interaksi guru-siswa untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran.
Menurut Warsiman (2016:59), Penunjang keberhasilan
pembelajaran merupakan segala sesuatu yang menjadi bagian dari penunjang proses
pembelajaran. Unsur-unsur penunjang tersebut berupa alat-alat, bahan sumber
belajar yang diperlukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Segala sesuatu
yang diperlukan untuk mendorong proses pembelajaran diupayakan untuk dipenuhi.
Menurut
Rosyana (2014: 105), Model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dengan media kartu dan ular tangga memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar aspek kognitif siswa. Media kartu yang
digunakan dalam pembelajaran kooperatif TGT ini berupa kartu soal dan kartu
jawaban.Pada pembelajaran dengan media kartuini siswa dilibatkan untuk
menemukan kartu jawaban dari kartu kartu soal yang tersedia.Pembelajaran dengan
media kartu ini membuat siswa lebih tertarik dan termotivasi karena mereka
merasa tertantang dalam menemukan kartu jawaban yang tersedia.Secara tidak
langsung, hal tersebut menuntut ketelitian, kecermatan dan kecepatan dalam
berpikir siswa.Dengan adanya beberapa kartu jawaban membuat siswa lebih terarah
dalam menemukan jawaban yang tepat. Di sisi lain, hal ini dapat menumbuhkan
suasana kreatif dan menyenangkan sehingga siswa mau terlibat aktif dalam proses
pembelajaran. Sedangkan dalam media ular tangga, soal-soal ditempatkan pada
nomor-nomor dari kotak-kotak tersebut.Pada pembelajaran TGT dengan media ular
tangga ini, siswa membutuhkan pengetahuan yang luas untuk menjawab pertanyaan
karena tidak ada bantuan berupa pilihan jawaban sehingga siswa kurang
konsentrasi dan terarah dalam menjawab soal.Siswa cenderung menjawab soal
dengan seadanya sesuai dengan yang dipahaminya saja ketika mendapat giliran
menjawab soal.
5.
Instructional
Objective
Menurut
Andayani (2015: 138), Instructional
Objective seringkali dimaknai sama degan tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran (instructional objective) adalah perilaku hasil belajar yang
diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Tujuan pembelajaran
dirumuskan dalam bentuk perilaku kompetensi spesifik, aktual, dan terukur
sesuai yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran tertentu. Penyusunan tujuan pembelajaran merupakan
tahapan penting dalam rangkaian pengembangan desain model pembelajaran. Dari
tahap inilah ditentukan apa dan bagaimana harus melakukan tahap lainnya. Apa
yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran menjadi acuan untuk menentukan jenis
materi, strategi, metode, dan media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Tanpa tujuan yang jelas,
pembelajaran akan menjadi kegiatan tanpa arah, tanpa fokus, dan menjadi tidak
efektif.
Dalam pembelajaran kooperatiftersebut, siswa
diharapkan mampumengkontruksi dan menyusun pengetahuansendiri. Tujuan yang
ingin dicapai bukanhanya kemampuan akademik dalampengertian penguasaan bahan
pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untukpenguasaan materi tersebut.
Adanyakerjasama inilah yang menjadi ciri khaspembelajaran kooperatif.
Pembelajarankooperatif TGT memungkinkan siswa dapatbelajar lebih rileks di
sampingmenumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,persaingan sehat, dan keterlibatan
belajar (Sari, 2011: 817-818).
2.1.5 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Teams Games
Tournaments (TGT)
Menurut
Anggo, dkk (2003) dalam Tiya (2013:
178), Model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT),
karena pada modelini siswa menempati posisi sangat dominandalam proses
pembelajaran, dimana semuasiswa dalam setiap kelompok diharuskanuntuk berusaha
memahami dan menguasaimateri yang sedang diajarkan dan selalu aktifketika kerja
kelompok, sehingga saat ditunjukuntuk mempresentasikan jawabannya merekadapat
menyumbangkan skor bagikelompoknya. Keunggulan lain dari modelpembelajaran ini
adalah dalam prosespembelajaran menekankan adanya kompetisiyang dilakukan
dengan cara membandingkankemampuan anggota dalam satu bentuk”turnamen”.
Turnamen ini menyiapkan siswadari semua tingkat agar mempunyaikeberanian dalam
bersaing, dapat bekerjasamaserta memiliki kemampuan dalamberkompetisi. Dengan
demikian siswa akantermotivasi untuk lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam
proses pembelajaran.Penetapan model pembelajaran ini diharapkan pembelajaran
yang terjadi dapat lebih bermakna dan memberi kesan yang kuat kepada siswa,
dalam hal ini siswa akan termotivasi untuk lebih aktif dalam mengembangkan
potensi dan kreatifitasnya secara maksimal dalam mengikuti proses pembelajaran,
sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya siswa. Pada kenyataannya, model
pembelajaran yang melibatkan siswasecara aktif dalam proses pembelajarn
memberidampak sangat kuat bagi peningkatan hasil belajar siswa. Hasil yang
diperoleh ternyata jauh lebih baik bila dibandingkan dengan hasil dari proses pembelajaran
yang berpusat pada guru.
Accourding
DeVries, et all (1980: 5), As a teaching
method, TGT "works" for several reasons. first, it capatalized on the
cooperative aspects off small groups,the motivational nature of instructional
games, the competitive spirit of tournaments, and the students familiarity with
all of these. second, TGT inexpensive. it does not require costly materials or
special facilities. third, TGT is easy to implement. it is designed to e used
in 30 to 45 minute class periode, in any subject, with elementary and secondary
school students, in a conventional and experimental classroom arrangements.
and, it can be used with equal success by both novice and veteran teachers.
Menurut DeVries, dkk
(1980: 5), Sebagai metode pengajaran, TGT
"berfungsi" karena beberapa alasan. Pertama, ia mengkategorikan pada
aspek-aspek kooperatif dari kelompok-kelompok kecil, sifat motivasi dari
permainan instruksional, semangat kompetisi turnamen, dan keakraban siswa
dengan semua ini. Kedua, TGT murah.itu tidak memerlukan bahan mahal atau
fasilitas khusus. Ketiga, TGT mudah diterapkan. Itu dirancang untuk digunakan
dalam periode kelas 30 hingga 45 menit, dalam mata pelajaran apa pun, dengan
siswa sekolah dasar dan menengah, dalam pengaturan kelas konvensional dan
eksperimental dan itu dapat digunakan dengan
sukses yang sama oleh guru pemula dan veteran.
Accourding to Silver (2007:60-63), The arguments in favor
of designating TGT as an Interpersonal strategy were compelling taht give the
strategy its strong social orientation. The strategy turns the work of
mastering critical content into an engaging and highly effective instructional
technique. Here are six good reason why TGT works.
1. TGT
incorporate the best of cooperation and competition.
2. TGT meets
all the requirements of an effective cooperative learning strategy.
3. TGT builds
student learning through repetition and variation.
4. TGT
provides the teacher with good assesment data.
5. TGT uses a
motivation based scoring model.
6. TGT incorporates
a variety of questions types.
Menurut Silver (2007: 60-63), Argumen yang mendukung menunjuk TGT sebagai strategi Interpersonal yang
menarik yang memberikan strategi orientasi sosial yang kuat. Strategi ini
mengubah pekerjaan penguasaan konten kritis menjadi teknik instruksional yang
menarik dan sangat efektif. Berikut adalah enam alasan bagus mengapa TGT
berfungsi.
1. TGT menggabungkan kerja sama dan kompetisi terbaik.
2. TGT memenuhi semua persyaratan strategi pembelajaran kooperatif yang efektif
3. TGT membangun pembelajaran siswa melalui pengulangan dan variasi.
4. TGT memberi guru data penilaian yang bagus
5. TGT menggunakan model scoring motivasi berbasis
6. TGT menggabungkan berbagai jenis pertanyaan
Accourding
Sa’adah (2017: 12), Teams Games
Tournament Learning model has the advantages which take place on the
cooperative learning process that requires the involvement of students from
early learning to the end of the lesson, this method can draw the students'
attention because it uses a combination of learning, play, and competition, so
it will increase the interest to study economics. This method can involve all
members of the group which is heterogeneous in one group and contains elements
of the game and there is an element of competition that can stimulate the
activity of students in order to get the best point for their own group. In the
application of this lesson, the students will enjoy how the atmosphere of the
tournament is.
Menurut
Sa’adah (2017: 12), Model Teams Games Tournament Learning memiliki kelebihan
yang terjadi pada proses pembelajaran kooperatif yang membutuhkan keterlibatan
siswa dari awal belajar hingga akhir pelajaran, metode ini dapat menarik
perhatian siswa karena menggunakan kombinasi pembelajaran, bermain, dan
persaingan, sehingga akan meningkatkan minat untuk mempelajari ekonomi. Metode
ini dapat melibatkan semua anggota kelompok yang heterogen dalam satu kelompok
dan mengandung unsur permainan dan ada unsur persaingan yang dapat merangsang
aktivitas siswa untuk mendapatkan poin terbaik untuk kelompok mereka sendiri.
Dalam penerapan pelajaran ini, para siswa akan menikmati bagaimana atmosfer
turnamen ini.
Menurut Nugroho (2013: 162), Pembelajaran kooperatif Team
GamesTournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, yaitu :
Kelebihan dari model pembelajaran TGT yaitu:
1. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas gerak.
2. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.
3. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi
secara mendalam.
4. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan
dari siswa.
5. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan
orang lain.
6. Motivasi belajar lebih tinggi.
7. Hasil belajar lebih baik.
8. Meningkatkan kebaikan budi, kerjasama, dan persaingan
sehat.
Kekurangan dari model pembelajaran TGT yaitu:
1. Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan
heterogen dari segi akademis.
2. Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa
dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.
Menurut Taniredja(2011:72) dalam Astutik (2013: 4-5), Adapun
kelebihanpembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut:
(1) Dalam
pembelajaranTGT siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi danmenggunakan
pendapatnya,
(2) Rasa percaya diri yangdimiliki siswa
menjadi lebih tinggi,
(3) Perilakumengganggu terhadap siswa lain
menjadi lebih kecil,
(4)Motivasi belajar siswa bertambah,
(5) Pemahaman yanglebih mendalam terhadap
materi pelajaran,
(6)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan,
dan toleransi baik antar siswa maupun antara siswa dengan guru, dan
(7) Siswa dapat mengembangkan seluruh
potensi yang ada dalam dirinya, selain itu dengan adanya kerja samaakan membuat
interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
adalah:
(1) Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran
tidak semua siswa ikut serta menyumbangkan pendapatnya,
(2) Kekurangan waktu untuk proses
pembelajaran karena pembelajaran denganmodel TGT membutuhkan waktu
yang lama, dan
(3)Kemungkinan terjadinya
kegaduhan kalau guru tidak dapat mengelola kelas.
2.1.6 Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif
According
Agarwal and Nagar (2011:97), Teams games
tournaments was developed by devries and edwards on the on the same line as
STAD. TGT is the same the STAD in every respect but one: instead of quizzes and
the individual improvement score system, TGT uses academic tournaments, in
which student compete as representatives of their teams with members of other
teams who are like them in past academic performance. TGT is very frequently
used in combination with STAD, adding an occasional tournament to the usual
STAD structure.
Menurut Agarwal dan Nagar (2011:97), Turnamen permainan tim dikembangkan oleh devries dan edwards pada garis yang sama dengan STAD. TGT sama dengan STAD dalam segala hal kecuali satu: alih-alih kuis dan sistem skor peningkatan individu, TGT menggunakan turnamen akademik, di mana siswa berkompetisi sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang menyukai mereka dalam kinerja akademis sebelumnya. TGT sangat sering digunakan dalam kombinasi dengan STAD, menambahkan turnamen sesekali ke struktur STAD biasa.
Menurut Huriah (2018:69), Perbedaan antara TGT dan STAD
adalah kompisisi kelompok pada STAD berdasarkan kemampuan, ras, etnik dan
gender, sedangkan pada TGT hanyalah berfokus pada tingkat kemampuannya saja.
Selain itu, pada STAD yang digunakan adalah kuis, sedangkan pada TGT diganti
dengan game akademik.
Menurut Ahriani (2013: 6), Deskripsi tingkat ketuntasan indikator menunjukkan
bahwa nilai rata-rata tingkat ketuntasan indikator kelas yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD karena pada model
pembelajaran kooperatif tipe TGT terdapat game dan turnamen yang memungkinkan
peserta didik bereaksi lebih baik. Selain itu data hasil observasi menunjukkan
bahwa nilai rata-rata sikap, keaktifan dan kerjasama peserta didik pada kelas
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas yangmenggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
Menurut Syaodih (2007: 10-11), Perbandingan
langkah-langkah pembelajaran dari masing-masing pembelajaran kooperatif
diilustrasikan sebagai berikut:
Tabel 2
|
Pembelajaran Peningkatan Prestasi Tim/STAD
|
Pembelajaran Permainan Tim/TGT
|
Pembelajaran Keahlian Tim JIGSAW II
|
Pembelajaran kelompok (Lee, A)
|
Kerangka Model (Persamaan)
|
|
1. Penyajian dari guru
|
1. Penyajian dari guru
|
1. Membaca
|
1.Mencari pasangan
2.Berfikir pasangan
|
1. Orientasi
|
|
2. Kegiatan belajar dalam tim
|
2. Kegiatan belajar dalam tim
3. Permainan
|
2. Diskusi kelompok
3. Laporan dalam tim
|
3.Berfikir berpasangan ber-4
4.Berkirim salam & soal
5.Kepala bernomor 2 tinggal & 2 tamu
7. Dua tinggal dua tamu
8. Keliling kelompok
9. Kancing gemerincing
10. Lingkaran kecil&besar
|
2. Eksplorasi
|
|
3. Tes
4. Pengenalan prestasi tim
|
4. Pertandingan
5. Pengenalan prestasi tim
|
4. Tes
5. Pengenalan prestasi tim
|
11. Jigsaw
|
3. Penyimpulan
|
2.2 RPP Simulasi
2.3 Kajian
Kritis
Menurut kelompok kami pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa.Mahasiswa
belajar dalam kelompok-kelompok kecil.Di dalam pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) tidak hanya mempelajari materi saja, namun mahasiswa juga
mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan
kooperatif.Tujuan
akhir yang ingin dikembangkan dari pembelajaran kooperatif adalah
mengoptimalkan kompetensi individu menjadi kompetensi kelompok dalam mencapai
tujuan pembelajaran bersama, hal ini memberikan kesempatan kepada siswa agar
dapat terlibat secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, sebagai
fondasi yang baik untuk meningkatkan prestasi siswa.
TGT adalah salah satu
tipe model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Terlebih
dahulu guru mengenalkan materi pelajaran dan siswa bekerja dalam kelompok
mereka masing-masing. Untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah
menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik.Siswa diharapkan mampumengkontruksi dan
menyusun pengetahuansendiri. Tujuan yang ingin dicapai bukanhanya kemampuan
akademik dalampengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur
kerja sama untukpenguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama yang menjadi ciri khas dari pembelajaran
kooperatif. Pembelajarankooperatif TGT memungkinkan siswa dapatbelajar lebih
rileks di sampingmenumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,persaingan sehat, dan
keterlibatan belajar.
Ciri-ciri pembelajaran teams games tournament (TGT)
sebagai berikut:
a. Siswa Bekerja dalm Kelompok-Kelompok Kecil
b. Games Tournamet
c. Penghargaan Kelompok
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT,
ada beberapa syarat-syarat yang perlu ditempuh yaitupertama,Syntax pembelajaran merupakan
langkah-langkah dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah ini dipilih sesuai
dengan model yang dikembangkan.Syntax
diperlukan dalam pengembangan sebuah model pembelajaran supaya langkah-langkah
yang dirancang tersebut dapat dijadikan pedoman bagi guru yang akan
menerapkannya. Dalam model pembelajaran TGT,
terdiri dari 5 syntax yaitu presentasi kelas (class precentation), belajar
dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (turnamen), dan
penghargaan kelompok (team recognition).
Kedua, Prinsip reaksi bermakna sikap dan
perilaku guru dalam mengendalikan jalannya proses pembelajaran berlangsung.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT)siswa akan
berperan aktif sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing yang
menunjang kegiatan siswa.Ketiga, Sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan siswa pada
saat proses pembelajaran berlangsung. Sistem sosial ini menandakan adanya
hubungan terjalin antara siswa dengan guru pada saat proses pembelajaran.Dalam TGT terjadi kerja kelompok dan
diskusi yang menuntut siswa untuk saling berinteraksi dengan temannya.Keempat,Support System atau sistem pendukung adalah komponen-komponen yang menjadi
pendukung dalam penerapan sebuah model pembelajaran. Unsur-unsur penunjang
tersebut berupa alat-alat, bahan sumber belajar yang diperlukan oleh siswa
dalam proses pembelajaran. Kelima,
Instructional Objective
atau tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran (instructional
objective) adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki,
atau dikuasai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Dalam
pembelajaran TGT tujuan yang
ingin dicapai bukanhanya kemampuan akademik dalampengertian penguasaan bahan
pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untukpenguasaan materi tersebut.
Adanyakerjasama inilah yang menjadi ciri khaspembelajaran kooperatif.
Pembelajarankooperatif TGT memungkinkan siswa dapatbelajar lebih rileks di
sampingmenumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,persaingan sehat, dan keterlibatan
belajar
Adapun kelebihan pembelajaran kooperatif tipe
TGT adalah sebagai berikut:
(1) Dalam
pembelajaranTGT siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi danmenggunakan
pendapatnya,
(2) Rasa percaya diri yangdimiliki siswa
menjadi lebih tinggi,
(3) Perilakumengganggu terhadap siswa lain
menjadi lebih kecil,
(4)Motivasi belajar siswa bertambah,
(5) Pemahaman yanglebih mendalam terhadap
materi pelajaran,
(6)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan,
dan toleransi baik antar siswa maupun antara siswa dengan guru, dan
(7) Siswa dapat mengembangkan seluruh
potensi yang ada dalam dirinya, selain itu dengan adanya kerja samaakan membuat
interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
adalah:
(1) Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran
tidak semua siswa ikut serta menyumbangkan pendapatnya,
(2) Kekurangan waktu untuk
proses pembelajaran karena pembelajaran denganmodel TGT membutuhkan waktu
yang lama, dan
(3)Kemungkinan terjadinya
kegaduhan kalau guru tidak dapat mengelola kelas.
Perbedaan antara TGT, STAD, Jigsaw dan
Pembelajaran Kelompok adalah kompisisi kelompok pada STAD berdasarkan kemampuan, ras, etnik dan
gender, Jigsaw
berdasarkan tes prestasi kelompok sedangkan pada TGT hanyalah berfokus pada tingkat
kemampuannya saja. Selain itu, pada STAD yang digunakan adalah kuis, Jigsaw diskusi kelompok dengan laporan
dalam tim, kelompok belajar berfikir berpasangan ber-4, sedangkan pada TGT diganti
dengan game akademik.
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
1.
Pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa. Mahasiswa
belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Di dalam pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) tidak hanya mempelajari materi saja, namun mahasiswa juga
mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan
kooperatif.
2.
TGT
adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa
dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru
mengenalkan materi pelajaran dan siswa bekerja dalam kelompok mereka
masing-masing. Untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai
pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik.
3.
Ciri-ciri
pembelajaran teams games tournament (TGT) sebagai berikut:
a. Siswa Bekerja dalm Kelompok-Kelompok Kecil
b. Games Tournamet
c. Penghargaan Kelompok
4.
Syarat-Syarat model
pembelajaran teams games tournaments meliputi 5 aspek yaitu:
1.
Syntax pembelajaran
2.
Prinsip Reaksi
3.
Sistem Sosial
4.
System Pendukung
5.
Instructional
Objective atau tujuan
pemelajaran
5.
Adapun kelebihan pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah
sebagai berikut:
(1) Dalam
pembelajaranTGT siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi danmenggunakan
pendapatnya,
(2) Rasa percaya diri yangdimiliki siswa
menjadi lebih tinggi,
(3) Perilakumengganggu terhadap siswa lain
menjadi lebih kecil,
(4)Motivasi belajar siswa bertambah,
(5) Pemahaman yanglebih mendalam terhadap
materi pelajaran,
(6)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan,
dan toleransi baik antar siswa maupun antara siswa dengan guru, dan
(7) Siswa dapat mengembangkan seluruh
potensi yang ada dalam dirinya, selain itu dengan adanya kerja samaakan membuat
interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
adalah:
(1) Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran
tidak semua siswa ikut serta menyumbangkan pendapatnya,
(2) Kekurangan waktu untuk
proses pembelajaran karena pembelajaran denganmodel TGT membutuhkan waktu
yang lama, dan
(3)Kemungkinan terjadinya
kegaduhan kalau guru tidak dapat mengelola kelas.
6.
Perbedaan antara TGT, STAD, Jigsaw dan Pembelajaran Kelompok adalah kompisisi kelompok pada
STAD berdasarkan kemampuan, ras, etnik dan gender, Jigsaw berdasarkan tes prestasi kelompok sedangkan pada TGT hanyalah
berfokus pada tingkat kemampuannya saja. Selain itu, pada STAD yang digunakan
adalah kuis, Jigsaw diskusi
kelompok dengan laporan dalam tim, kelompok belajar berfikir berpasangan ber-4,
sedangkan pada
TGT diganti dengan game akademik,
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini,
penyusun sudah berusaha memaparkan dan menjelaskan materi dengan semaksimal
mungkin, tapi tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunannya,
dan juga dari segi materi yang di bahas.Oleh karena itu, penyusun mengharapkan
pembaca untuk dapat membantu dalam penyempurnaan makalah selanjutnya. Harapan
dari penyusun semoga makalah ini dapat memberi manfaat dalam proses
pembelajaran terutama mengenai materi model pembelajaran teams games tournament
(TGT).
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, Reena., and
Nandita Nagar. 2011. Cooperative
Learning. India: Kalpaz.
Ahriani,
Faridha. 2013. Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif dan Gaya Belajar terhadap Hasil Belajar Kimia Peserta
Didik Kelas X SMK Negeri 2 Bantaeng. Jurnal Chemica. Vol. 14.No. 1.
Andayani.
2015. Problema dan Aksioma dalam
Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Deepublish.
Astutik, Tri., dan M.
Husni Abdullah. 2013. Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) untuk Meningkatkan
Hasil Belajar IPS Siswa Sekolah Dasar. Jurnal PGSD. Vol. 01.No. 02.
Darmadi.2017.
Pengembangan Model dan Metode
Pembelajaran dalam Dinamika Belajar Siswa. Yogyakarta: DEEPUBLISH.
Desstya, A., Haryono., &Saputro, Sulistyo. 2012. Pembelajaran Kimia dengan Metode Teams Games
Tournament (TGT) menggunakan Media Animasi dan Kartu ditinjau dari Kemampuan
Memori dan Gaya Belajar Siswa. Jurnal Inquiri. Vol. 1. No. 3. ISSN:
2252-7893.
DeVries, D.L., et all.
1980. The Intructional Design Library.
New Jersey: Educational Technology Publications.
Ehlers,Valerie. 2002. Teaching Aspects Of Health Care. Lansdowne: Juta.
Fauziah, R., & Subnanto, Aprian. 2016. Penerapan Model Pembelajaran TGT (Teams
Games Tournament) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Sumber
Daya Alam di Kelas III SD Negeri 70 Kuta Raja Banda Aceh. Jurnal Tunas
Bangsa. ISSN: 2355- 0066.
Gora, Winastwan., dan
Sunarto. 2010. PAKEMATIK Strategi
Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Gull, Fariha., and
Shumaila Shehzad. 2015. Effects of Cooperative Learning on Students’
Academic Achievement. Journal of Education and Learning.Vol. 9.No. 3. ISSN:
246-255.
Huriah, Titih. 2018.Metode Student Learning Aplikasi pada Pendidikan
Keperawatan. Jakarta : Prenadamedia Group.
Ke, Fengfeng., and
Barbara Grabowski. 2007. Gameplaying for
Maths Learning: Cooperative or not?.British Journal of Educational
Technology.Vol. 38.No. 2. ISSN: 249-259.
Miller,C.T.
2008.Games:Purpose and Potensial in
Education. New York: Springer Science+Business Media.
Musyafa, W.N.,
dan Riswan D.D. 2015. Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Teams Games Tournament (TGT) terhadap Prestasi Belajar
Mata Pelajaran Teknik Pegelasan.E-Jurnal Pendidikan Teknik Mesin.Vol.
3.No.5.
Nugroho, D.R., dan
Abdul Rachman. 2013. Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe (Teams Games Tournament) TGT terhadap Motivasi
Siswa Mengikuti Pembelajaran Bolavoli di Kelas X SMAN 1 Panggul Kabupaten
Trenggalek. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan.Vol. 01.No. 01.
Pratiwi, Y., Mulyani, S., &Ashadi. 2015. Upaya Peningkatan Prestasi Belajar dan
Interaksi Sosial Siswa dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Teams Games
Tournament (TGT) dilengkapi Media Peta Konsep pada Materi Kelarutan dan Hasil
Kali Kelarutan Siswa Kelas XI IPA SMA Batik 1 Surakarta Tahun Pelajaran
2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK). Vol. 4. No. 1. ISSN 2337-9995.
Purnawati, Hening,
Ashadi dan Endang Susilowati. 2014. Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) dengan Media
Kartu dan Ular Tangga ditinjau dari Kemampuan Analisis Siswa terhadap Prestasi
Belajar Siswa pada Materi Pokok Reaksi Redoks Kelas X Semester 2 SMA
MUHAMMADIYAH 1 KARANGANYAR Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan
Kimia (JPK). Vol 3.No. 4. ISSN:
2337-9995.
Rianawati. 2014. Implementasi
Nilai -Nilai Karakter Pada Mata Pelajaran.Kalimantan Barat: IAIN Pontianak Press.
Rosyana, W., Sri
Mulyani dan Sulistyo Saputro. 2014. Pembelajaran
Model TGT (Teams Games Tournament) Menggunakan Media Permainan Monopoli dan Permainan
Ular Tangga pada Materi Pokok Sistem Koloid Ditinjau dari Kemampuan Memori
Kelas XI SMA NEGERI 1 SRAGEN Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Pendidikan
Kimia (JPK). Vol 3.No. 2. ISSN: 2337-9995.
Sa’adah, Silky
Roudhotus. 2017. Implementation of
Cooperative Learning Model with Teams Games Tournament (TGT) Method to Improve
Interests and Learning Outcomes.Classroom Action Research Journal.Vol.
1.No. 2.
Sari, Erma
Andhika. 2011. Penerapan Model TGT
(Teams-Games-Tournaments) sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa
Kelas X-B SMA MA’ARIF Pandaan-Pasuruan Tahun Ajaran 2008/2009. Jurnal
Artikulasi. Vol. 12.No. 2.
Silver, H, F., Strong, R, W., & Perini, M, J. The Strategic Teacher Selecting the Right Research-Based Strategy for Every Lesson. USA: Thoughful Education Press.
Sitorus, Elsa Nopita.,
dan EdySurya. 2017. The Influence of
Teams Games Tournament Cooperative Learning Model on Students’ Creativity
Learning Mathmematics. International Journal of Scienes: Basic and Applied
Research (IJSBAR). Vol. 34.No. 1. ISSN: 2307-4531.
Slavin, Robert., et
all. 1985. Learning to Cooperete, Cooperative to Learn. New York and London:
PLENUM PRESS.
Sumantri, Bambang.
2014. Peningkatan Kualitas Pembelajaran
Pkn Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournamen (Tgt) Pada
Siswa Kelas Iii Sd Negeri Pelem 2 Ngawi.
Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi.Vol.13 No. 1.
Syaodih, Erliany. 2007.
Pengembangan Model Pembelajaran
Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial. Educare Jurnal
Pendidikan dan Budaya.Vol. 5.No. 1. ISSN: 1412-579X.
Tiya, Kadir.
2013. Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dalam Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Siswa SMPN. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 4.No. 2.
Tran, V.D. 2014. The
Effects of Cooperative Learning on the Academic Achievement and Knowledge
Retention.International Journal of Higher Education.Vol. 3.No. 2. ISSN:1927-6044 E-ISSN: 1927-6052.
Warsiman.2016.
Membumikan Pembelajaran Sastra yang
Humanis. Yogyakarta: Universitas Brawijaya Press (UB press).
Wijayanti,
Astuti. 2016. Implementasi Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep
Fisika Dasar Mahasiswa Pendidikan IPA. Jurnal Pijar MIPA. Vol. XI.No. 1.
ISSN: 1907-1744 (Cetak). ISSN: 2410-1500 (Online).
Yulhendri dan Rita
Syofyan. 2016. Pendidikan Ekonomi untuk
Sekolah Menengah Perencanaan, Strategi, dan Materi Pembelajaran. Jakarta:
KENCANA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar