“Menguasai Hakekat Strategi Belajar
Mengajar dan Teori-Teori Pembelajaran”
1. HAKIKAT STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
A. Pengertian Strategi Belajar – Mengajar
Dalam Djamalah, Syarif B.,
Zain, Aswan (2006) strategi secara umum mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan
untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan
dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum
kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan yang telah digariskan. Dengan strategi tersebut menurut Mansyur (1998), guru mempunyai
alternatif pilihan yang mungkin dapat ditempuh agar kegiatan belajar mengajar
itu berlangsung secara teratur, sistematis, terarah, lancar dan efektif.
Menurut Newman dan Logan dalam Mansyur (1998), Strategi
dasar belajar mengajar meliputi empat hal dasar yang dalam konteks pendidikan
dapat dirumuskan dan diartikan sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian siswa
peserta didik sebagaimana yang diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar
berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode,
dan teknik belajar-mengajar yang paling tepat, efektif sehingga dapat dijadikan
pegangan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal
keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dijadikan oleh
guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar, yang selanjutnya
akan dijadikan umpan-balik bagi penyempurnaan system instruksional yang
bersangkutan secara keseluruhan.
Dari apa
yang telah dijabarkan diatas, tergambar ada empat masalah pokok yang sangat
penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
B. Hakikat Belajar-Mengajar
Belajar menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002) adalah
proses perubahan perilaku
berkat pengalaman dan latihan. Ini maknanya, tujuan kegiatan adalah perubahan
tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek organisasi atau
pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar,
mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar,
kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi hakikat belajar adalah
Perubahan.
Pembelajaran
adalah suatu aktivitas atau proses mengajar dan belajar. Aktivitas ini
merupakan proses dua arah, antara pihak guru dan peserta didik. Dalam UU No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Adapun
kegunaan ataupun tujuan dari belajar menurut Robert M Gagne dalam
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005) dapat disimpulkan bahwa dengan
strategi belajar maka diharapkan akan ada hasil berupa :
1.
Berkembangnya kemampuan intelektual siswa : Kemampuan yang memperlihatkan
tingkat intelektualitas siswa di mata pihak lain
2.
Berkembangnya kemampuan kognitif siswa : Kemampuan tentang mengatur ‘cara
belajar dan berpikir seseorang.
3.
Bertambahnya kemampuan informasi verbal : Kemampuan menyerap pengetahuan dan
arti informasi
4.
Meningkatnya keterampilan motorik : Kemampuan yang erat kaitannya dengan keterampilan fisik.
5.
Berkembangnya sikap dan nilai ke arah yang lebih baik : Kemampuan yang erat
kaitannya dengan arah dan intensitas emosional yang dimiliki seseorang.
Tanpa adanya
proses yang namanya belajar, apa yang menjadi tujuan dan kegunaan dari hasil
belajar itu tidak dapat berjalan secara efisien dan efektif, atau bahkan
belajar tidak menghasilkan perkembangan atau peningkatan apapun pada siswa.
Bahkan bila seorang pendidik salah menyusun strategi belajar, maka bukan tidak
mungkin dapat menurunkan kemampuan yang telah dimiliki sebelumnya.
C. Beberapa Istilah dalam Strategi Pembelajaran
Beberapa
istilah yang hampir sama dengan strategi yaitu metode, pendekatan, teknik atau
taktik dalam pembelajaran.
1. Metode
Metode
merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode
digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Strategi menunjuk
pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara
yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan demikian suatu
strategi dapat dilaksanakan dengan berbagai metode.
2. Pendekatan (Approach)
Pendekatan (approach)
merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung
dari pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua
pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred
approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred
approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi
pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau
pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada
siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta
strategi pembelajaran induktif.
3. Teknik
Teknik
adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu
metode. Misalnya, cara yang harus dilakukan agar metode ceramah berjalan
efektif dan efisien. Dengan demikian, sebelum seseorang melakukan proses
ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada
siang hari setelah makan siang dengan jumlah siswa yang banyak tentu saja akan
berbeda jika ceramah itu dilakukan pada pagi hari dengan jumlah siswa yang
terbatas.
4. Taktik
Taktik
adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Taktik
sifatnya lebih individual, walaupun dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah dalam situasi dan kondisi yang sama, sudah
pasti mereka akan melakukannya secara berbeda, misalnya dalam taktik
menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa agar materi yang disampaikan
mudah dipahami.
Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu strategi pembelajaran
sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode
pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan
teknik yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap
guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang
lain.
D.
Jenis- Jenis Strategi Pembelajaran
Rowntree
(1974) mengelompokkan strategi pembelajaran ke dalam strategi penyampaian
penemuan atau exposition-discovery
learning, dan strategi pembelajaran kelompok dan strategi pembelajaran
individual atau groups-individual
learning.
1. Strategi
exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan
siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Roy killen menyebutkan dengan
strategi pembelajaran langsung(direct instruction), sebab dalam strategi ini,
materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa; siswa tidak dituntut untuk
mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasai secara penuh. Dengan demikian,
dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi.
Berbeda dengan strategi discovery .Dalam strategi ini bahan pelajaran
dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga
tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya.Karena
sifatnya yang demikian strategi ini sering juga dinamakan strategi pembelajaran
tidak langsung.
2. Strategi
pembelajran individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan,
kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan
individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana
mempelajarinya didesain untuk belajae sendiri. Contoh dari strategi
pembelajaran ini adalah belajar melalui modul, atau belajar bahasa melalui
kaset audio.
3. Strategi pembelajaran kelompok. Sekelompok
siswa diajar oleh seorang atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompok itu
bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran klasikal; atau bisa
juga siswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil semacam buzz
group. Strategi kelompok tidak memperhatikan kecepatan belajar individual.
Setiap individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat
terjadi siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa yang
mempunyai kemampuan biasa-biasa saja ; sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan
kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang mempunyai kemampuan tinggi.
Ditinjau
dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat
dibedakan antara strategi pembelajaran deduktif dan strategi pembelajaran
induktif.
1. Stategi
pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari
konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan
ilustrasi-ilustrasi ; atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal
yang abstrak, kemudian secara perlahan-lahan menuju hal yang konkret. Strategi
ini disebut juga strategi pembelajaran dari umum ke khusus.
2. Strategi pembelajaran induktif. Pada strategi ini bahan yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang konkret
atau contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada materi
yang kompleks dan sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi pembelajaran
dari khusus ke umum.
Berdasarkan
direktorat tenaga kependidikan, paling tidak ada 3 jenis strategi yang
berkaitan dengan pembelajaran, yakni:
1. Strategi
pengorganisasian pembelajaran.
Reigeluth, Bunderson, dan Meril (1997) menyatakan strategi mengorganisasi
isi pelajaran disebut sebagai struktural strategi, yang mengacu pada cara untuk
membuat urutan dan mensintesis fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang
berkaitan.
Strategi pengorganisasian, lebih lanjut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
strategi mikro dan strategi makro. Startegi mikro mengacu kepada metode untuk
pengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep, ataup rosedur
atau prinsip. Strategi makro mengacu kepada metode untuk mengorganisasiisi
pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur atau prinsip.
Strategi makro berurusan dengan bagaimana memilih, menata urusan,membuat
sintesis dan rangkuman isi pembelajaran yang saling berkaitan. Pemilihan isi
berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, mengacu pada penentapan
konsep apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Penataan urutan isi
mengacu pada keputusan untuk menata dengan urutan tertentu konsep yang akan
diajarkan. Pembuatan sintesis diantara konsep prosedur atau prinsip. Pembauatn
rangkuman mengacu kepada keputusan tentang bagaimana cara melakukan tinjauan
ulang konsep serta kaitan yang sudah diajarkan.
2. Strategi
penyampaian pembelajaran
Strategi
penyapaian isi pembelajaran merupakan komponen variabel metode untuk
melaksanakan proses pembelajaran. Fungsi strategi penyampaian pembelajaran
adalah:
1. Menyampaikan isi pembelajaran kepada
pebelajar
2. Menyediakan informasi atau bahan-bahan
yang diperlukan pebelajar untuk menampilkan unjuk kerja
3. Strategi
pengelolaan pembelajaran
Strategi
pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode yang berurusan
dengan bagaimana menata interaksi antara pebelajar dengan variabel metode
pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan
tetang strategi penyampaian yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling
tidak, ada 3 klasifikasi penting variabel strategi pengelolaan, yaitu
penjadwalan, pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan motivasi.
2.
Teori-Teori Belajar
Penjelasan
berikut merangkum berbagai jenis Teori belajar, antara lain:
A) TEORI
BELAJAR BEHAVIORISTIK
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan
kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut
teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus
dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi
diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan
respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang
dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang
penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain
yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon
akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan
dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting
diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan
terjadinya respon.
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik diantaranya:
1.
Thorndike
Menurut
thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan
perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud
konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat
diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut
Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia
menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia
tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu
penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar
atau belum karena tidak dapat diamati.
3. Clark
Hull
Clark Hull
juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi
Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu,
teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian manusia,
sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam
bentuknya.
4. Edwin
Guthrie
Demikian
juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia
mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, agar respon
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai
macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
5.
Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep
lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar
secara lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa
hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1)
Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari
eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:
- Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
- Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
- Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical
Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari
eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
- Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant
Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari
eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
- Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber
(Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada
dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus
lainnya seperti dalam classical conditioning.
4) Social
Learning menurut Albert Bandura
Teori
belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar
menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan
perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya
masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik
ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan,
Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode
Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode
rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard
dengan teori pengurangan dorongan.
Dari
beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran
psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena
aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini
hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak
dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini,
seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah,
bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill
(pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah
terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara
ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin.
Berdasarkan
uraian di atas, Inti dari teori belajar behavioristik, adalah
- Belajar adalah perubahan tingkah laku.
- Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
- Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon .
- sesuatu yang terjadi diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting sebab tidak bisa diukur dan diamati.
- Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.
- Penguatan adalah faktor penting dalam belajar.
- Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika respon dikurangi maka respon juga menguat.
Aplikasi
teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai
aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan
yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari
bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan
evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa
siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
B. TEORI
BELAJAR KOGNITIF
Berbeda
dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar
dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa
bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks
situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek
kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks.
B. TEORI BELAJAR KOGNITIF
Prinsip umum
teori Belajar Kognitif, antara lain:
- Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil
- DIsebut model perseptual
- Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya
- Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak
- Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan memperlajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
- Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
- Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
- Dalam praktek pembelajaran teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan(J. Piaget), Advance organizer (Ausubel), Pemahaman konsep (Bruner), Hierarki belajar (Gagne), Webteaching (Norman)
- Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
- Materi pelajaran disusun dengan pola dari sederhana ke kompleks
- Perbedaan individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberhasilan siswa belajar.
Beberapa
pandangan tentang teori kognitif, diantaranya:
1. Teori
perkembangan Piaget
Piaget
merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas
mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur
seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat
pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu
yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker
atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara asimilasi dan
akomodasi).
Piaget
membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
- Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun)
- Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi selangkah.
- Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
- Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah penggunanaan symbol atau tanda bahasa, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
- Tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
- Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
- Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok
perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis
dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
Adapun
beberapa prinsip teori perkembangan Piaget, adalah sebagai berikut:
- Perkembangan kognitif merupakan suatu proses gentik. Yaitu suatu perkembangan yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf
- Semakin bertambah umur maka semakin bertambah kompleks susunan syarafnya dan akan meningkat pula kemampuannya. Daya pikir anak yangb berbeda usia akan berbeda secara kualitatif
- Proses adaptasi mmepunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan yaitu akomidasi dan asimilasi
- Asimilasi adalah proses perubahan apa yang di pahami seseuai denganstruktur kognitif. (apabila individu menerima infomasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang dipunyai)
- Akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami (apabila struktur kognitif yang sudah dimiliki harus disesuaikan dengan informasi yang diterima).
- Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi (penyeimbangan)
- Asimilasi (proses penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu), Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru), Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi)
- Seorang anak sudah mempunyai prinsip pengurangan, ketika mempelajri pembagianmaka terjadi prses intrgtasi antara pengurangan (telah dikuasai)dan pembagian (info baru) inilah asimilasi.
- Jika anak diberi soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya anak sudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip pembagian dalam situasi baru
- Proses penyesuaian antara ling luar dan struktur kognitif yang ada dlm dirinya disebut ekuilibrasi
- Proses belajar akan mengikuti tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya
- Tahap sensorimotor (0-2 thn), preoperasional (2-8 thn), operasional konkret(8-11 thn), operasional formal (12-18 thn)
- Hanya dengan mengaktifkan pengetahuan dan pengalaman secara optimal asimilasi dan akomodasi pengatahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik
Implikasi
teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
- Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
- Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
- Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
- Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
- Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
2. Teori
belajar menurut Bruner
Dalam
memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut
Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun
materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang
tersebut.
Model
pemahaman dari konsep Bruner (dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa pembentukan
konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda
yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Menurutnya, pembelajaran yang
selama ini diberikan di sekolah banyak menekankan pada perkembangan kemampuan
analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir
intuitif sangat penting untuk mempelajari bidang sains, sebab setiap disiplin
mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum
seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep,
arti, dan hubungan, melalui proses intuitif dan akhirnya sampai pada suatu
kesimpulan (discovery learning).
Beberapa
prinsip teori Bruner adalah:
- Perkembangan kognitif ditandai dengan adanya kemajuan menaggapi rangsang
- Peningkatan pengatahun bergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realistis
- Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain
- Interaksi secara sistematis diperlukan antara pembimbing, guru dan anak untuk perkembangan kognitifnya
- Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif
- Perkembangan kognitif ditandai denfgan kecakapan untuk mengemukakan bebrapa alternatisf secara simultan, memilih tindakan yang tepat.
- Perkembangan kognitif di bagi dalam tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic.
- Enaktif yaitu tahap jika seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk emmahami lingkungan sekitaanya. (gigitan, sentuhan, pegangan)
- Ikonik, yaitu tahap seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal (anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan
- Simbolik yaitu tahap seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.( anak belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika)
- Model pemahaman dan penemuan konsep
- Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan memlalui proses intuitif untuk akhirnya sampai pada kesimpulan (discovery learning)
- Siswa diberi kekebasan untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery)
3. Teori
belajar bermakna Ausubel
Menurut
Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang
telah dimiliki siswa dalam bentuk strukur kognitif. Teori ini banyak memusatkan
perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru
merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Hakikat
belajar menurut teori kognitif merupakan suatu aktivitas belajar yang berkaitan
dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Atau
dengan kata lain, belajar merupakan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati atau diukur. Dengan asumsi bahwa setiap
orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk
struktur kognitif yang dimilkinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik
jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif
tang telah dimiliki seseorang.
Beberapa
Prinsip Teori Ausubel adalah
- Proses belajar akan terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang tlah dimilikinya dengan pengetahuan baru
- Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memamahi makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami
- Siswa lebih ditekankan unuk berpikir secara deduktif (konsep advance organizer)
Adapun
aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran :
- Keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan
- Untuk meningkatkan minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
- Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
- Perbedaan individu pada siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar.
C. TEORI
BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
Konstruktivistik
merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan
dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau
dengan kata lain teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar
menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun,
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa
sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih
kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
Pembentukan
pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek untuk aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan
struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur
kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa
harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi.
Adapun
tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
- Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
- Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
- Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
- Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
- Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Hakikat pembelajaran
konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa
pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna
serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan
perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Teori ini
lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan
sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif
membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan berkembang
pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan
sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus.
Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan pengetahuannya.
Unsur-unsur
penting dalam teori konstruktivistik:
- Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
- Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
- Adanya lingkungan social yang kondusif
- Adanya dorongan agar siswa mandiri
- Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Secara garis
besar, prinsip-prinsip teori konstruktivistik adalah sebagai berikut:
- Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
- Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
- Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
- Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
- Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
- Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
- Mencari dan menilai pendapat siswa.
- Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Proses
belajar konstrutivistik dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
1) Proses
belajar konstruktivistik
Esensi dari
teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi
itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa membangun
sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar
mengajar.
2) Peranan
siswa
Dalam
pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai
fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan
pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi
serta interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
3) Peranan
guru
Guru atau
pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya
sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar berjalan lancar. Guru
tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi guru
dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam
belajar.
4) Sarana
belajar
Sarana
belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh
agar mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
5) Evaluasi
hasil belajar
Evaluasi
merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan proses baik
individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui seberapa
besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa.
Aplikasi
Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
- Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
- Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
- Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
- Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Aplikasi
Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
- Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
- Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
- Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
- Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
D. TEORI
BELAJAR HUMANISTIK
Menurut
teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik
sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori
humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu
sendiri serta lebih banyak berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam
bentuk yang paling ideal.
Faktor
motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab
tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi
asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan,
asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri,
pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.
Teori
humanistik bersifat sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan
berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia dan mencapai
tujuan yang diinginkan karena tidak dapat disangkal bahwa setiap teori
mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Banyak tokoh
penganut aliran humanistik, diantaranya:
1) Kolb
Pandangan Kolb tentang belajar dikenal dengan “Belajar Empat Tahap”
yaitu:
a. Tahap
pandangan konkret
Pada tahap
ini seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian
sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa
tersebut,
b. Tahap
pemgamatan aktif dan reflektif
Tahap ini
seseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif
terhadap peristiwa yang dialaminya dan lebih berkembang.
c. Tahap
konseptualisasi
Pada tahap
ini seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu
teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek
perhatiannya dan cara berpikirnya menggunakan induktif.
d. Tahap
eksperimentasi aktif
Pada tahap
ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau
aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya menggunakan deduktif.
2) Honey dan Mumford
Honey dan
Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan,
yaitu:
a. Kelompok
aktivis
Yaitu mereka
yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan
dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.
b. Kelompok
reflector
Yaitu mereka
yang mempunyai kecenderungan berlawanan dengan kelompok aktivis. Dalam melakukan
suatu tindakan kelompok ini sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.
c. Kelompok
teoris
Yaitu mereka
yang memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu
berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.
d. Kelompok
pragmatis
Yaitu mereka
yang memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan
teori-teori, konsep-komsep, dalil-dalil, dan sebagainya.
3) Habermas
Menurut
Habernas, belajar baru akan tejadi jika ada interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu:
a. Belajar
teknis (technical learning)
Yaitu
belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara
benar.
b. Belajar
praktis (practical learning)
Yaitu
belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,
yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
c. Belajar
emansipatoris (emancipatory learning)
Yaitu
belajar yang menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan
kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan
lingkungan sosialnya.
4). Bloom dan Krathwohl
Bloom dan
Krathmohl lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh
individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar.
Tujuan belajarnya dikemukakan dengan sebutan Taksonomi Bloom, yaitu:
a. Domain
kognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu:
1)
Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Aplikasi
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi
b. Domain
psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1) Peniruan
2)
Penggunaan
3) Ketepatan
4)
Perangkaian
5)
Naturalisasi
c. Domain
afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1)
Pengenalan
2) Merespon
3)
Penghargaan
4)
Pengorganisasian
5)
Pengalaman
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan dalam konteks yang lebih praktis dan dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.
Dalam
praktiknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar.
E.
TEORI BELAJAR SIBERNETIK
Teori
belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan
dengan teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar
adalah pengolahan informasi. Proses belajar memang penting dalam teori ini,
namun yang lebih penting adalah system informasi yang diproses yang akan
dipelajari siswa. Asumsi lain adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun
yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara
belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Implementasi
teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa
tokoh dengan beberapa teori, diantaranya:
1. Teori
pemrosesan informasi
Pada teori
ini, komponen pemrosesan informasi dibagi menjadi tiga berdasarkan perbedaan
fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya. Ketiga komponen
itu adalah:
a. Sensory
Receptor (SR)
SR merupakan sel tempat pertama kali informasi
diterima dari luar.
b. Working Memory (WM)
WM diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi
perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah :
1) Memiliki kapasitas yang terbatas, kurang dari 7
slot. Informasi yang didapat hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila
tanpa adanya upaya pengulangan (rehearsal).
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda
dari stimulus aslinya baik dalam bentuk verbal, visua, ataupun semantic, yang
dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan sadar
mengendalikannya.
c. Long Term Memory (LTM)
LTM diasumsikan :
1) Berisi semua pengetahuan yang telah dimilki oleh
individu
2) Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3) Sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak
akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” hanya disebabkan oleh
kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut
Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi;
(2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)
generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
2. Teori
belajar menurut Landa
Dalam teori
ini Landa membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu:
a. Proses
berpikir algoritmik
Yaitu proses
berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus, menuju ke
satu target tujuan tertentu.
b. Proses
berpikir heuristik
Yaitu cara
berpikir devergen yang menuju ke beberapa target tujuan sekaligus.
Menurut
Landa proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang
hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui cirri-cirinya.
Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur,
sedangkan materi pelajaran lainnya akanlebih tepat bila disajikan dalam bentuk
“terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir.
3. Teori
belajar menurut Pask dan Scott
Menurut Pask
dan Scott ada dua macam cara berpikir, yaitu:
a. Cara
berpikir serialis
Cara
berpikir ini hampir sama dengan cara berpikir algoritmik. Yaitu berpikir
menggunakan cara setahap demi setahap atau linier.
b. Cara
berpikir menyeluruh atau wholist
Cara
berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah
sistem informasi atau mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju ke hal
yang lebih khusus.
Teori
belajar pengolahan informasi termasuk teori kognitif yang mengemukakan bahwa
belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan
merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori
kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk
mengurangi muatan memori kerja tersebut dapat diatur sesuai dengan:
a.
Kapabilitas belajar
b. Peristiwa
pembelajaran
c.
Pengorganisasian atau urutan pembelajaran
Tahap
sebernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan
pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses
belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi
yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi,
pemikir, dan pencipta. Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa manusia
merupakan makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan
informasi.
F. TEORI
BELAJAR REVOLUSI SOSIOKULTURAL
Pembahasan
pada teori ini diarahkan pada hal-hal seperti teori belajar Piagetin dan teori
belajar Vygotsky. Berikut ini pembahasan tentang kedua teori tersebut.
1. Teori
Belajar Piagetin
Menurut
Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan syaraf. Kegiatan
belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur
seseorang. Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses
mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi
dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman dan
persoalan. Untuk memperoleh keseimbangan atau equilibrasi, seseorang harus
melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Proses adaptasi terdiri dari asimilasi
dan akomodasi. Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari
luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya.sedangkan melalui
akomodasi siswa memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan
pengetahuan yang baru.
Teori
konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang
psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori
Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan
pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini.
Dilihat dari asal usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori
psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Dalam
proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan
social. Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya
terhadap lingkungan sosial.
Di samping
itu, dalam kegiatan belajar Piaget lebih mementingkan interaksi antara siswa
dengan kelompoknya. Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi antara
siswa dengan kelompok sebayanya dari pada dengan orang-orang yang lebih dewasa.
Pembenaran terhadap teori ini jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan
pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif revolusi-sosiokultural yang
sedang diupayakan saat ini.
2. Teori
Belajar Vygotsky
Pandangan
yang mampu mengakomodasi teori revolusi-sosiokultural dalam teori belajar dan
pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran
seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya,
untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di
balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan
sadarnya, dari interaksi social yang dilatari oleh sejarah hidupnya.
Mekanisme
teori yang digunakan untuk menspesifikasi hubungan antara pendekatan
sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan pada tema mediasi semiotik,
yang artinya adalah tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang
terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam
pendekatan sosio-kultural dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses
mental.
Menurut
Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut
dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan
dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat
sekunder. Artinya, pengetahuan dan perkembangn kognitif individu berasal dari
sumber-sumber sosial di luar dirinya. Konsep-konsep penting teori sociogenesis
Vygotsky tentang perkembangan kognitif yang sesuai dengan
revolusi-sosiokultural dalam teori belajar dan pembelajaran adalah:
a. Hukum
genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut
Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumuh dan berkembang melewati dua
tataran, yaitu tataran sosial tempat orang-orang memebentuk lingkungan
sosialnya, dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan.
Pandang teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor
primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan
kognitif seseorang.
b. Zona
perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Menurut
Vygotsky, perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua
tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan
tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut
kemampuan intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari
kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah
ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman
sebaya yang lebih kompeten, ini disebut kemampuan itermental. Jarak antara
keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan potensial ini disebut zona
perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai
fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada
proses pematangan. Gagasan Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini
mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci
yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen
atau saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat context
dependent atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai
fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
c. Mediasi
Ada dua
jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif. Mediasi
metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk
melakukan regulasi diri, meliputi self planning, self-monitoring,
self-checking, dan self-evaluating. Sedangkan mediasi kognitif adalah
penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pengetahuan tertentu atau subject-domain problem serta berkaitan pula dengan
konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin
kebenarannya).
Pendekatan
kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian
berkembang ke dalam aliran konstruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya.
Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan
implikasi kontraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih
mencerminkan ideologi
G. TEORI
BELAJAR GESTALT
Gestalt
berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
- Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
- Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
- Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
- Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
- Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
- Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat
empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
- Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
- Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
- Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
- Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi
teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
- Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
- Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
- Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
- Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
- Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar