“Menguasai
Prinsip-Prinsip dan Prosedur Penggunaan Pendekatan Dalam Pembelajaran”
1.
Pendekatan
Kontekstual (CTL= Contextual Teaching and Learning)
CTL adalah
sebuah sistem yang menyeluruh yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola
yang mewujudkan makna serta suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang
menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari
kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran/pengajaran kontekstual merupakan
suatu proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang telah dipelajarinya yakni dengan
mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan
yang secara fleksibel dapat diterapkan. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual
melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan
pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi.
Landasan
filosofi pengembangan CTL adalah kontruktivisme, yakni filosofi belajar yang
menekankan bahwa siswa akan membangun/membentuk sendiri tentang pengetahuan dan
lain-lain dalam dirinya, bukan menghafal. Penemuan makna adalah ciri utama dari
CTL. Ciri fisik kelas yang menerapkan CTL adalah dinding kelas penuh dengan
hasil karya siswa serta kelas selalu ramai dan gembira dalam belajar (tidak
sepi). Pembelajaran CTL memanfaatkan berbagai sumber belajar dan setting
pembelajaran yang bervariasi (tidak selalu di kelas) dengan catatan yakni harus
relevan. Motto pembelajaran CTL adalah “cara belajar terbaik adalah siswa
mengontruksi sendiri secara aktif pemahamannya”.
Pada
hakikatnya pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
adalah knsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang akan
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat tujuh
komponen utama pembelajaran efektif dalam CTL, yakni: Kontruktivisme (constructivism),
Bertanya (questioning), Menemukan (inquiry), Perenungan (refleksi),
Masyarakat Belajar (learning community), Pemodelan (modeling),
dan Penilaian Sebenarnya (authentic assesment). Berikut ini penjelasan
mengenai komponen utama pembelajaran CTL.
1) Kontruktivisme (Contructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofis) pendekatan CTL,
yaitu suatu filsafat pengetahuan yang secara ringkas menjelaskan bahwa
pengetahuan itu merupakan konstruuksi seseorang, atau pengetahuan dibangun
manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas dalam konteks yang
terbatas, kemudian berkembang. Manusia membentuk pengetahuannya melalui
interaksi dengan lingkungannya.
Kaum konstruktivis menyatakan bahwa belajar merupakan proses aktif siswa
dalam mengkontruksikan arti (baik teks, dialog, maupun pengalaman fisik), atau
proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari
dengan pengertian yang dimiliki siswa sehingga pengertiannya dikembangkan.
Pembelajaran bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan
suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Ciri
khas paradigma pembelajaran konstruktivisme adalah keaktifan dan keterlibatan
siswa dalam proses upaya belajar sesuai dengan kemampuan, pengetahuan awal, dan
gaya belajar tiap-tiap siswa dengan bantuan guru sebagai fasilitator yang
membantu siswa apabila mereka mengalami kesulitan dalam upaya belajarnya.
Dari pandangan konstruktivis yang menganggap bahwa strategi memperoleh
pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa
memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan cara, yakni: (1) Menjadikan pengetahuan
lebih bermakna dan relevan bagi siswa; (2) Memberi kesempatan kepada siswa
untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3) Menyadarkan siswa agar
menerapkan strategi mereka sendiri dalam kegiatan belajarnya.
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan (Inquiry) merupakan bagian inti dari pembelajaran CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dengan cara diarahkan
bukanlah hasil dari mengingat fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Kegiatan inquiry merupakan siklus yang terdiri dari: merumuskan masalah,
mengumpulkan data hasil observasi, menganalisis dan menyajikan hasil, dan
mengkomunikasikan hasil. Kegiatan inquiry memberikan kesempatan kepada
guru untuk memahami cara berpikir siswa.
3) Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran kontekstual (CTL). Bertanya
(questioning) merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan
menilai kemampuan berpikir siswa. Bertanya bagi siswa merupakan kegiatan
menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang telah diketahui. Kegiatan bertanya
dapat dilakukan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan
siswa, maupun siswa dengan orang lain.
Pertanyaan dari guru bukan sebagai strategi mempertahankan perhatian siswa,
akan tetapi sebagai tujuan sedukatif (memberi motivasi, membimbing penemuan
data, dan mengetahui kemampuan siswa pada saat analisis data). Atau dengan kata
lain, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru diarahkan untuk: (1)
mengetahui apa yang telah diketahui siswa; (2) membangkitkan rasa ingin tahu;
(3) memusatkan perhatian siswa pada suatu objek pembelajaran; (4) merangsang
respons siswa; (5) memicu pertanyaan-pertanyaan selanjutnya; (6) menyegarkan
kembali apa yang telah dipelajari; dan (7) mengetahui apakah siswa sudah
memahami materi yang disajikan.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat Belajar (Learning Community) maksudnya adalah sekelompok
orang yang terlibat dalam kegiatan belajar yang memahami pentingnya belajar,
baik belajar secara individual maupun berkelompok agar mereka dapat belajar
lebih mendalam. Komponen atau konsep ini ditandai dengan pengertian bahwa
pembelajaran diperoleh dengan atau dari kerjasama. Kerjasama tersebut dilakukan
antarsiswa selama kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung. Kegiatan ini
digunakan untuk sharing antarsiswa.
Metode pembelajaran dengan teknik learning community ini sangat membantu
proses pembelajaran di kelas. Praktiknya, dalam pembelajaran terwujud dalam
pembentukan kelompok kecil, pembentukan kelompok besar, mendatangkan ‘ahli’ ke
kelas (olahragawan, dokter, petani, perajin, dan sebagainya), bekerja dengan
kelas sederajatnya, bekerja kelompok dengan kelas sederajat, bekerja kelompok
dengan kelas di atasnya, dan bekerja dengan masyarakat.
5) Pemodelan (Modeling)
Maksud pemodelan adalah sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan
tertentu, ada model yang ditiru. Guru bukan satu-satunya model yang harus
ditiru, tidak menutup kemungkinan siswa tertentu bisa menjadi model untuk
teman-temannya. Misalnya pada pembelajaran pembacaan puisi, jika kebetulan ada
siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi maka guru bisa menunjuknya untuk
menunjukkan kemampuannya. Pemodelan (modeling) diartikan sebagai upaya
pemberian model dalam proses belajar mengajar.
6) Perenungan (Refleksi)
Perenungan (refleksi) merupakan peninjauan kembali atau
perenungan kembali atas hal-hal yang sudah dilakukan. Refleksi mengacu pada
aktivitas berpikir yang dilakukan oleh siswa untuk merenungkan kembali dan
merespon aktivitas belajar yang telah dilakukan. Kemusian hasil dari refleksi
digunakan sebagai perbaikan terhadap masalah yang terjadi dalam proses belajar
mengajar.
Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak
siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide
baru. Pada akhir pembelajaran, guru perlu menyisakan waktu sejenak agar siswa
melakukan refleksi. Realisasinya berupa: (1) pernyataan langsung yang berkaitan
dengan hal-hal yang diperoleh; (2) catatan atau jurnal di buku siswa; (3) kesan
dan saran siswa mengenai pembelajaran hari ini; (4) diskusi; dan (5) hasil
karya.
7) Penilaian Sebenarnya (Authentic
Assesment)
Penilaian sebenarnya atau istilah lainnya penilaian autentik adalah suatu
istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian
yang memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam
menyelesaikan tugas-tugas dan menyelesaikan masalah. Sekaligus mengekspresikan
pengetahuan dan keterampilan dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat
ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah.
Penilaian autentik bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan siswa dalam
konteks dunia nyata. Melalui penilaian autentik ini diharapkan berbagai
informasi yang benar dan akurat dapat terjaring kaitan dengan apa yang
benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas
program pendidikan. Authentic assessment adalah bagian dari pembelajaran
kontekstual yang meliputi berbagai bentuk penilaian yang mencerminkan bagaimana
siswa belajar, bagaimana prestasi belajarnya, bagaimana motivasi dan sikapnya
dalam semua kegiatan pembelajaran di kelas.
Pendekatan CTL menekankan penilaian otentik yang difokuskan pada tujuan
pembelajaran, keterkaitan bahan, dan kolaborasi untuk memungkinkan siswa
berpikir lebih tinggi. Penilaian otentik membuat siswa menunjukkan penguasaan
tujuan, kedalaman pemahaman, dan pada saat yang sama dapat meningkatkan
pengetahuannya serta dapat menemukan cara untuk memperbaiki diri. Selain itu,
penilaian semacam ini juga membuat siswa dapat menggunakan pengetahuan yang
diperoleh di kelas sehingga mereka masuk dalam konteks dunia nyata.
Sesuai
dengan faktor kebutuhan individual siswa, maka untuk dapat mengimplementasikan
pembelajaran dan pengajaran kontekstual, guru seharusnya:
- Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental siswa.
- Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung satu sama lain.
- Mempertimbangkan keragaman siswa.
- Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri dengan tiga
karakteristik umumnya (kesadaran berpikir, penggunaan strategi, dan motivasi
berkelanjutan).
- Memperhatikan multi-intelegensi siswa.
- Menggunakan teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran siswa,
perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
- Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia
diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengontruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan baru (contructivism).
- Memfasilitasi kegiatan penemuan agar memperoleh pengetahuan dan
keterampilan melalui penemuannya sendiri, bukan hasil mengingat sejumlah kata.
- Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan.
- Menciptakan masyarakat belajar dengan membangun kerjasama antar siswa.
- Memodelkan sesuatu agar siswa menirunya untuk memperoleh pengetahuan dan
keterampilan baru.
- Mengarahkan siswa untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajarinya.
- Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
2. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)
Proses pembelajaran pada Kurikulum
2013 untuk semua jenjang pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
ilmiah (scientific approach). Adapun tiga ranah, yaitu sikap (attitude),
keterampilan(skill), dan pengetahuan (knowledge) yang harus termuat pada setiap
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah,
ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik tahu tentang ‘’mengapa’’. Ranah keterampilan menggamit transformasi
substansi atau materi ajar, agar peserta didik tahu tentang ‘’bagaimana’’.
Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar, agar
peserta didik tahu tentang ‘apa’. Dari ketiga ranah tersebut hasil akhir yang
diperoleh adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi
manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan
pengetahuan untuk hidup secara layak (hardskills) dari peserta didik yang
meliputi aspek kompetensii sikap, keterampilan dan pengetahuan. Kurikulum 2013
menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran yaitu menggunakan
pendekatan ilmiah (scientific)
Dalam proses pembelajaran yang
berbasis pendekatan ilmiah (scientific) ini meliputi 5M proses yakni proses
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan atau membentuk
jejaring untuk semua mata pelajaran.
1)
Mengamati
Dalam proses
pembelajaran ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti menentukan
objek apa yang akan diobservasi, membuat pedoman observasi sesuai dengan
lingkup objek yang akan diobservasi, menentukan secara jelas data apa yang
perlu diobservasi baik primer maupun sekunder, menentukan letak objek yang akan
diobservasi, menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar, menentukan cara dan melakukan
pencatatan atas hasil observasi.
2)
Menanya
Seorang guru yang efektif mampu menginspirasi peserta
didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau
memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan
peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi
penyimak dan pembelajar yang baik. Kriteria pertanyaan yang baik adalah singkat
dan jelas, menginspirasi jawaban, memiliki fokus, bersifat divergen
(bercabang), bersifat validatif (penguatan), memberikan kesempatan peserta
didik untuk berpikir ulang, merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif
dan merangsang proses interaksi.
3)
Menalar
Istilah menalar dalam kerangka proses pembelajaran
dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan
bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif (Student Center).
Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta empiris
yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Terdapat
dua cara menalar, yaitu penalaran induktif (khusus ke umum) dan penalaran deduktif (umum ke khusus).
4)
Mencoba
Proses ini dilakukan atau dilaksanakan dengan dasar
tujuan yakni untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan
dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata antara
lain:
-
Menentukan tema atau topik sesuai
dengan kompetensi dasar menurut
tuntutan kurikulum.
- Mempelajari
cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan.
- Mempelajari
dasar teoretis yang relevan danhasil eksperimen sebelumnya.
- Melakukan dan
mengamati percobaan.
- Mencatat fenomena
yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data.
- Menarik
simpulan atashasil percobaan.
- Membuat
laporan.
5)
Komunikasi atau mengkomunikasikan hasil percobaan
Pada proses pembelajaran ini peserta didik diharapkan memiliki Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) seperti:
-
Sikap.
Terkait sikap adalah pribadi yang
beriman, berakhlak mulia, percaya diri dan bertanggung jawab dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar serta dunia dan
perabannya.
-
Keterampilan.
Pribadi yang berkemampuan pikir dan
tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkrit.
-
Pengetahuan.
Pribadi yang menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan dan peradaban.
Adapun kriteria pembelajaran yang menjadi syarat khusus pendekatan ilmiah ,
yakni:
a)
Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu,bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.
b)
Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru siswa terbebas dari
prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang
dari alur berpikir logis.
c)
Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis,analitis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
materi pembelajaran.
d)
Mendorong dan menginspirasi siswamampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan sama lain dari materi pembalajaran.
e)
Mendorong dan menginspirasi siswa
mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan
objektif dalam merespon materi pembelajaran.
f)
Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan.
g)
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara
sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar