GLOBAL
WARMING
Pada abad 18 telah
dimulai revolusi industri antara lain dengan dibuatnya pabrik-pabrik,
pembangkit listrik, kendaraan transportasi dan pertanian. Dua ratus tahun
kemudian, negara-negara industri baru bermunculan baik di Eropa, Amerika bahkan
di Asia. Industri memang membuat wajah dunia tampak semakin maju, misalnya
kendaraan bermotor sebagai salah satu produk industri. Namun di sisi lain
berdampak negatif terhadap lingkungan hidup manusia. Mesin-mesin kendaraan itu
menggunakan bahan bakar dari bumi. Hasil pembakaran bahan bakar tersebut
menghasilkan unsur CO dan CO2 yang menumpuk di udara dan akan
menghasilkan efek seperti rumah kaca terhadap cahaya matahari yang akan masuk
ke bumi. Bumi seolah-olah dilapisi oleh kedua gas tadi. Akibatnya, bumi terasa
lebih panas dari biasanya. Hal ini disebut sebagai pemanasan global (Global
Warming).
Saat ini perubahan iklim merupakan tantangan paling
serius yang dihadapi dunia. Semakin banyak terjadi fenomena penyimpangan cuaca
seperti badai, angin ribut,hujan deras, serta perubahan musim tanam. Belum lagi
ancaman badai tropis, tsunami, banjir, longsor, kekeringan, meningkatnya
potensi kebakaran hutan, punahnya berbagai jenis ikan dan rusaknya terumbu
karang, serta krisis air bersih, bahkan peningkatan penyebaran penyakit
parasitik seperti Malaria dan Demam Berdarah Dengue (DBD), serta terjadi
peningkatan insiden alergi, penyakit pernafasan dan radang selaput otak ((encephalitis).
Menurut sebagian besar pakar, kejadian ini diakibatkan oleh yang dinamakan
pemanasan global (global warming),akibat dari meningkatnya kandungan gas
rumah kaca .
Pemanasan global
adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan
Bumi. Peneliti dari Center for International Forestry Research (CIFOR),
menjelaskan, bahwa pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi
gelombang panjang matahari (gelombang panas atau infra merah), yang dipancarkan
ke bumi oleh gas-gas rumah kaca. Ada enam jenis gas rumah kaca,
yaitu Karbondioksida ( CO ), Metana ( CH4 ), Nitrous oksida ( N2O ),
Hydroperfluorokarbon ( HFCs ), Perfluorokarbon ( CFCs ), Sulfur
Heksaflorida ( SF6). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer).
Efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer
bumi dan tidak bisa menyebar. Penipisan lapisan ozon juga memperpanas suhu
bumi. Karena, makin tipis lapisan-lapisan teratas atmosfer, makin leluasa
memancarkan radiasi gelombang pendek matahari (termasuk ultraviolet) memasuki
bumi. Selanjutnya radiasi gelombang pendek ini juga berubah menjadi gelombang
panjang atau gelombang panas matahari atau infra merah, sehingga semakin
meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca. Lebih jelasnya prosesnya pemanasan
gobal ini adalah sebagai berikut :
Energi yang masuk ke bumi mengalami
serangkaian
proses
25% energi dipantulkan oleh awan atau
partikel lain ke
atmosfer
25% diadsorpsi oleh awan
45% diadsorpsi oleh permukaan bumi
5% lagi dipantulkan kembali oleh
permukaan bumi
Energi yang diadsorpsi oleh awan dan
permukaan bumi (25%+45% = 70%) dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra
merah atau gelombang panas matahari
Namun sebagian besar infra merah yang
dipancarkan bumi tertahan oleh awan, gas CO2 dan gas gas lain (efek rumah
kaca), untuk dikembalikan ke permukaan bumi.
Beberapa dampak yang diakibatkan oleh pemanasan
global (global warming), dapat diinventarisasi, antara lain sebagai berikut :
a.
Munculnya gelombang panas di be rbagai belahan dunia
Telah menimbulkan korban ribuan umat manusia di
seluruh muka bumi. Menurut data, tahun 2003 Eropa telah dilanda gelombang panas
dengan korban jiwa 35 ribu orang. Di India (Andhra Pradesh) pada tahun yang
sama, dengan temperatur 50C menyebabkan kematian 1.400 orang. Musim panas ini,
banyak kota di Amerika Serikat yang suhunya mencapai 100F atau di atas. 200
warga kota di barat dan timur mengalami hal yang sama, termasuk New Orleans.
b.
Adanya Badai atau Angin Topan
Juli tahun 2005 terjadi badai di Karibia, yang
pertama datang dari Yucatan, menimbulkan kerusakan termasuk kilang minyak lepas
pantai. Kemudian disusul badai Katrina yang menghantam Florida yang menyebabkan
terbunuhnya banyak orang serta menyebabkan kerugian bermilyar-milyar dolar.
Ada
lagi badai lain yang lebih kuat yaitu Winston Churchill yang akan
menghantam Inggris dan mereka harus bersiap menghadapinya, namun kenyataannya
banyak orang tidak percaya dan tidak sabar.
c.
Banjir
Beberapa kota di
Eropa mengalami bencana banjir, yang sepertinya tidak lazim terjadi. Dalam satu
dekade terakhir, kota-kota besar terkenal di Eropa yang terkenal sistem
drainasinya baik, kini tidak lagi bebas banjir. Sistem drainasi yang telah
dirancang menanggulangi banjir itu, ternyata tak mampu menampung air bah yang
menerjangnya. London, Roma dan Berlin, ketiganya kota tua yang amat baik
drainasinya, kini sering dilanda banjir. Bahkan Toronto Kanada, yang selama ini
aman banjir, sering dilanda air bah. Banjir terus melewati Aisa, Bombay India,
hanya dalam kurun 27 jam dan banyak kota di India yang tidak selamat. Dan juga
melewati Cina.
d. Kekeringan
Pemanasan global tidak saja mengakibatkan paradoks
itu saja (banjir), namun juga kekeringan pada saat yang sama. Salah satu
alasannya adalah adanya kenyataan bahwa pemanasan global (global warming)
tidak hanya terjadi secara mendunia, melainkan juga merelokasi presipitasi/curah
hujan dan sebagiaan besar di fokuskan di Afrika, Mesir dan Sahara. Tragedi
kekeringan oleh karena tidak adanya curah hujan, yang tidak dapat dipercaya
telah terjadi di Darfur dan Nigeria. Bencana lain yang juga tidak terkirakan
sebelumnya adalah mengeringnya Danau Chad pada tahun 1963, sebagai salah satu
danau terbesar di dunia.
e.
Mencairnya Es di Kutub
Dahulu orang berpikir bahwa es yang ada di kutub
akan dapat bertahan dari pemanasan global (global warming) selama 200
tahun. Namun kenyataannya sangat mengejutkan, karena kehancuran yang terjadi
sedemikian cepat, hanya dalam kurun waktu 35 hari saja. Padahal gunung dan
kutub berperan penting dalam menstabilkan musin dan ekologi bumi. Penyebabnya
antara lain adanya penguapan tanah secara dramatis dalam peningkatan
temperatur. 90% sinar matahari yang mengenai es dipantulkan kembali ke angkasa
seperti kaca, namun ketika sinar matahari mencapai permukaan air laut, semuanya
diserap yang menyebabkan air menjadi hangat, dan dampaknya akan mempercepat
pencairan es. Hal ini berdampak pada bagi beruang kutub yang sangat tergantung
pada keberadaan es sebagai tempatnya berpijak. Para ilmuwan mendapatkan bukti
bahwa mereka harus berenang sejauh 60 mil untuk menemukan daratan, tapi mereka
tidak menemukannya.
f. Terjadinya
Kenaikan Permukaan Air Laut
Kondisi ini juga dipengaruhi oleh adanya pencairan
es di kutub yang mengakibatkan menaikkan permukaan air laut. Cina, Asia Selatan
dan Asia Tenggara mempunyai garis pantai paling padat di dunia dengan kepadatan
penduduk 2.000 jiwa per-km. Di Bangladesh, misalnya, kenaikan satu meter
permukaan air laut akan menggenangi wilayah seluar 4 juta ha dan 15 – 20 juta
manusia kehilangan mata pencaharian. Sedangkan di India pada kasus yang sama,
600.000 ha tanah terendam air laut dan 7 juta manusia harus mengungsi. Juga di
Indonesia diperkirakan akan kehilangan 3,4 juta hektar. Selanjutnya di Mesir
adalah negeri paling parah terkena dampak naiknya permukaan air laut, meski air
laut naik hanya 1 meter. Daerah subur di lembah sungai Nil seluas 2 juta ha
yang jadi tulang punggung pertanian negeri piramid itu musnah. Sisanya 10.000
hektar lahan produktif tercemar garam dan tergerus erosi. Delapan sampai 10
juta jiwa harus diungsikan, termasuk semua penduduk Alexandria. Kerugian paling
besar adalah hilangnya kota Alexadria sebagai kota andalan wisata Mesir.
g. Perubahan
iklim yang tidak menentu
Perubahan iklim di negeri kita telah dirasakan dalam
beberapa tahun terakhir ini. Musim kemarau dengan panas sangat menyengat, hujan
terlambat datang dan jika tiba, curahnya sangat tinggi sehingga menimbulkan
banjir. Kondisi ini jelas sangat tidak menguntungkan bagi seorang petani.
Seharusnya sudah harus musim tanam, ternyata belum dapat dilaksanakan oleh
karena musim panas/kemarau terlalu panjang. Atau seharusnya sudah tidak turun
hujan, tetapi ternyata di sana-sini masih ada hujan sehingga para petani gagal
panen karena padi yang siap panen
terendam
air.
h. Peningkatan
suhu panas global mencapai 3 – 4 derajat celcius
Ini dapat dirasakan sebagai akibat dari efek rumah
kaca, tidak menentunya perubahan iklim serta rusaknya hutan tropis di
Indonesia. Menurut data Bank Dunia, di Indonesia setiap tahun sekitar 600 ribu
sampai 3,5 juta hektar hutan tropis musnah (Suara Merdeka, 23-4-07). Pembukaan
hutan tropis yang dijadkan tempat pemukiman dan lahan pertanian hingga mencapai
60%, lalu 4,5 juta hektar hutan ditebang dan dibakar hanya untuk membuat ladang-
ladang sementara, sehingga hutan menjadi gundul memberikan sumbangan sebesar
25% dari total kenaikan emisi CO. Penggundulan hutan itu pada dasarnya
merupakan pengikisan sumber oksigen terbesar di dunia yang jelas sangat pentng
bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup yang hidup di bumi ini.
Pohon - pohon pada dasarnya berfungsi sebagai penyerap CO dan mengubahnya
menjadi oksigen melalui prose fotosintetis. (Todaro, 2000:519). Padahal
hutan tropis berfungsi sebagai paru-paru dunia yang dapat mensirkulasi dan mentransformasi
karbon dioksida menjadi oksigen. Dapat kita bayangkan kalau hutan tropis
hancur, seluruh dunia akan terkena dampaknya.
i. Peningkatan
pencemaran udara/polusi
Terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan, Sumatera;
peningkatan pemakaian motor/mobil di kota besar (emisi kendaraan); penggunaan
energi yang berlebihan, dan pencemaran limbah produksi industri menyebabkan
Terjadinya peningkatan pencemaran udara/polusi. Selanjutnya dikatakan oleh
Todaro (2005) bahwa sumber-sumber utama pencemaran udara, merupakan sisi
terburuk modernisasi yang mengancam kesehatan manusia adalah penggunaan energi
secara berlebihan,emisi kendaraan dan pencemaran limbah produksi industri.
Industrialisasi selalu meninggalkan buangan limbah, baik dalam bentuk emisi
langsung maupun melalui pengubahan pola konsumsi dan perlonjakan permintaan
terhadap barang-barang manufaktur. Pada umumnya produksi barang-barang
manufaktur menimbulkan efek atau produkproduk sampingan yang berbahaya. Tanpa
pemberlakukan pengawasan secara ketat maka pihak produsen akan terdorong untuk
memilih cara yang murah (membuang limbah langsung melemparkannya ke saluran
air, ke udara terbuka atau menimbunnya di dalam tanah) meskipun mereka
menyadari dampaknya sangat berbahaya terhadap lingkungan hidup. Hal tersebut
tidak dapat dihindari dan terutama terjadi di kota-kota besar di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia, dengan seabrek problematikanya.
DAFTAR PUSTAKA
Mohammad ramlan, 2002. Pemanasan global
(global warming). Jurnal teknologi lingkungan,
vol.3, no. 1.
Vivi triana, 2008. Pemanasan global. Jurnal kesehatan masyarakat,ii
(2).
Riyanto, 2007.Strategi mengatasi pemanasan global
(global warming). Value added, vol.3, no.2.